Gaza Dibantai dan Dunia Memilih Bungkam

Ketika Gaza Dibantai dan Dunia Memilih Bungkam

Ada tragedi yang terlalu besar untuk didiamkan, namun justru dilupakan. Ada luka kemanusiaan yang terlalu dalam untuk diabaikan, namun ditutupi narasi. Gaza, wilayah kecil yang selama ini dibayangi penjajahan, kembali menjadi tempat berlangsungnya pembantaian sistematis, dengan dunia sebagai saksi yang memilih bungkam.

Sejak agresi besar-besaran Israel dimulai pada Oktober 2023, lebih dari 37.000 warga Palestina, mayoritas adalah perempuan dan anak-anak, telah kehilangan nyawa. Jumlah ini tidak hanya mewakili statistik perang—ia adalah representasi dari kegagalan moral global. Rumah hancur, rumah sakit tak lagi berfungsi, dan sekolah menjadi puing. Lebih dari dua juta jiwa kini hidup tanpa listrik, air bersih, makanan layak, dan akses medis.

Namun dunia tetap diam. Atau lebih tepatnya: membisu dalam posisi yang sangat strategis.

Diam Bukan Netralitas, Tapi Komplotan

Dalam artikel The World’s Silent Complicity in Israel’s War on Gaza yang diterbitkan oleh Fair Observer, Dr. Alan Waring, seorang analis risiko dan penulis yang telah lama mengamati dinamika konflik global, dengan lantang menyebut bahwa diamnya negara-negara Barat terhadap agresi Israel bukanlah sikap netral, melainkan bentuk komplikasi diam-diam dalam kejahatan.

“Negara-negara yang menyuarakan demokrasi dan HAM, justru menjadi penyokong utama kekerasan lewat dana dan senjata,” tulis Waring.

Ia menunjuk pada fakta bahwa negara-negara seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Jerman tidak hanya gagal menghentikan kekerasan, tapi justru memperkuatnya dengan dukungan logistik dan veto terhadap upaya gencatan senjata di PBB. Ini adalah bentuk keterlibatan yang berlapis, sekaligus bukti telanjang dari kemunafikan global.

Ketimpangan Narasi dan Peran Media

Peran media arus utama juga tidak bisa diabaikan. Narasi yang dibangun sering kali berat sebelah, menyoroti ketakutan pihak Israel sambil menutupi atau meminimalisasi penderitaan rakyat Gaza. Framing yang menyamakan agresor dengan korban, mengaburkan batas antara penjajahan dan pembelaan diri.

READ  Israel Bunuh Direktur Rumah Sakit Lapangan di Gaza

Padahal di lapangan, jurnalis-jurnalis lokal Palestina mempertaruhkan nyawa untuk melaporkan kondisi sebenarnya—bahwa yang terjadi bukanlah “konflik” dua pihak yang setara, melainkan pembunuhan terstruktur oleh negara bersenjata terhadap populasi yang terkepung.

Di Mana Hati Nurani Dunia?

Ketika dunia internasional tidak bergerak, maka rakyat sipil lah yang menjadi benteng terakhir nurani. Gelombang aksi solidaritas di jalanan Paris, New York, Jakarta, dan London adalah bukti bahwa empati belum sepenuhnya mati. Tapi apakah cukup?

Kita tidak bisa lagi mengandalkan institusi global yang telah terbukti tidak netral. Kita harus membangun tekanan dari bawah. Mulai dari boikot terhadap produk yang menyokong penjajahan, desakan terhadap parlemen, hingga penyebaran informasi yang jujur dan seimbang.

Ini Bukan Soal Politik, Ini Soal Kemanusiaan

Gaza hari ini bukan hanya kisah tentang Palestina. Ia adalah cermin retak dari nilai-nilai yang selama ini diagungkan oleh komunitas internasional: hak asasi, kemerdekaan, keadilan. Bila kita membiarkan pembantaian ini terus berlangsung tanpa keberpihakan yang jelas, maka kita semua menjadi bagian dari kekalahan moral peradaban.

Di masa depan, sejarah akan bertanya:
“Apa yang kamu lakukan saat Gaza dibantai?”

Dan semoga kita bisa menjawab,
“Aku tidak diam.”

Satu tanggapan untuk “Gaza Dibantai dan Dunia Memilih Bungkam

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *