Balita Jadi Zombie Digital, Orang Tua Malah Tertawa

jogjanetwork.id 30 Juli 2025

Anak Kecil Tak Lagi Bernyanyi, Mereka Hanya Swipe dan Scroll

Di ruang tamu rumah-rumah modern hari ini, tak ada lagi suara tawa anak kecil. Yang ada hanya suara video TikTok dan iklan game. Balita yang dulu senang mengejar kupu-kupu kini duduk membisu, terpaku di depan layar, matanya kosong seperti makhluk dari dunia lain.

Baca juga : Dalam Pelukan Laut, Ada Nyawa Kecil yang Harus Diselamatkan

Ironisnya, orang tua justru bangga. “Anak saya udah bisa buka YouTube sendiri,” katanya dengan wajah bahagia. Padahal yang sedang mereka rayakan adalah proses perlahan hancurnya masa depan sang anak. Ini bukan perkembangan, ini pembiaran.

Kecanduan Digital Dimulai Sejak Balita, Tapi Kita Diam

Menurut riset terbaru, rata-rata balita di Indonesia menghabiskan 3-5 jam per hari di depan layar. Mereka tak lagi main tanah, tak kenal permainan tradisional, tak paham ekspresi wajah manusia. Yang mereka kenal hanyalah animasi cepat dan suara kartun bernada tinggi. Ini bukan hiburan, ini pemrograman bawah sadar.

Baca juga :Dokter Rianti Maharani Ingin Jadikan Jamu Tradisional Mendunia

Bahasa mereka terlambat berkembang. Konsentrasi mudah pecah. Emosi tak stabil. Tapi semua dibiarkan. Orang tua bilang, “daripada rewel.”

HP Kini Jadi Babysitter, Tapi Juga Pemusnah Jiwa Anak

Smartphone yang dulunya alat komunikasi, kini jadi pengasuh utama. Orang tua menyerah pada jeritan anak, dan memilih solusi tercepat: lempar HP. Padahal, ini seperti memberi candu pada balita. Mereka tenang, tapi bukan karena bahagia. Mereka pasrah, tertelan dunia digital yang tak mereka mengerti.

Sementara itu, otak mereka dirusak dari dalam. Terlalu banyak stimulasi visual membunuh kemampuan fokus. Anak tak bisa duduk diam tanpa layar. Mereka menjadi generasi yang mudah bosan, mudah marah, dan sulit mengenal cinta manusia.

READ  Kenali Emosi Anak dan Begini Tips Menanganinya

Akankah Kita Menyesal Ketika Sudah Terlambat?

Fenomena ini bukan hanya masalah keluarga, tapi bom waktu sosial. Kita sedang mencetak generasi yang tak bisa bicara, tak bisa empati, dan tak bisa hidup tanpa koneksi internet. Mereka tidak kenal sabar. Tidak kenal batas. Tidak kenal hubungan antarmanusia.

Kelak ketika mereka besar dan tak mampu mencintai, menyimak, atau menyelesaikan konflik tanpa teriakan… siapa yang akan kita salahkan? Produsen HP? Developer aplikasi? Atau kita sendiri, para orang tua yang lebih sibuk dengan notifikasi daripada suara tangis anak?

Jika Balita Jadi Zombie, Maka Kita Orang Tuanya Adalah Ilmuwan Gila

Mari jujur. Kita tahu HP membuat mereka tenang, tapi juga membuat mereka mati rasa. Kita tahu terlalu banyak layar itu bahaya, tapi kita juga tak mau repot. Kita biarkan anak-anak tumbuh dalam dunia digital, tanpa pengawasan, tanpa cinta nyata.

Kalau hari ini balita kita tumbuh menjadi zombie digital — tak peka, tak peduli, dan tak punya kendali diri — itu bukan salah mereka. Itu karena kita yang menyerah.

Satu tanggapan untuk “Balita Jadi Zombie Digital, Orang Tua Malah Tertawa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *