ANOMALI HUKUM PEMBERIAN AMNESTI DAN ABOLISI

Despan Heryansyah

Pengajar Fakultas Hukum UII dan Peneliti PSHK FH UII Yogyakarta

Penulis opini

Istilah amnesti dan abolisi tengah hangat dibicarakan hari-hari ini. Bagi masyarakat umum, dua istilah itu jarang sekali atau hampir tidak pernah terdengar dalam percakapan sehari-hari. Barangkali hanya Grasi dan Rehabilitasi yang kadang-kadang muncul dalam pemberitaan terutama biasanya dalam kasus hukuman mati. Sederhananya amnesti adalah pernyataan umum yang diterbitkan melalui atau dengan undang-undang tentang pencabutan akibat dari pemidanaan suatu perbuatan pidana tertentu atau satu kelompok perbuatan pidana. Sedangkan abolisi adalah suatu hak untuk menghapuskan seluruh akibat dari penjatuhan putusan pengadilan atau menghapuskan tuntutan pidana kepada seorang terpidana, serta melakukan penghentian apabila putusan tersebut telah dijalankan.

Baca juga : Militerisme: Ancaman di Balik Bayang Sistem Merit

Pemberian amnesti dan abolisi ini tentu saja akan mengundang banyak diskusi dan perdebatan, namun pertama-tama harus dipahami bahwa keduanya adalah bagian sah dalam sistem hukum Indonesia. Artinya, pemberian amnesti dan abolisi sah secara hukum. Kritik dan perdebatan tentu sah-sah saja, namun tidak berdampak pada keabsahan amnesti dan abolisi yang sudah dikeluarkan.

Anomali Amnesti dan Abolisi

Namun demikian, ada pula sejumlah anomali yang perlu menjadi diskusi lebih lanjut dalam praktek pemberian amnesti dan abolisi ini. Pertama, harus dipahami bahwa pemberian amnesti dan abolisi ini adalah tindakan politik presiden atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Selain keduanya adalah lembaga politik, pemberian amnesti dan abolisi juga sangat bergantung pada subjektivitas atau penilaian pribadi presiden. Sehingga, amnesti dan abolisi tidak membatalkan proses dan keabsahan hukum yang telah berlangsung. Proses politik tidak membatalkan proses hukum, artinya amnesti dan abolisi bukanlah dalam rangka menguji putusan hakim. Keduanya berada dalam kualitas yang berbeda satu sama lain.

READ  Aksi Demonstrasi, Apakah Sama Dengan Anarkis

Kedua, sekalipun demikian dalam kasus Tom Lembong dan Hasto Kristianto sepatutnya menjadi anomali yang serius bagi jaksa dan hakim yang menangani. Sejak awal, proses hukum terhadap Tom Lembong dan Hasto sangat tampak dipaksakan dan penuh dengan tekanan politik. Masyarakat sempat pesimis dengan masa depan hukum pasca vonis Tom Lembong, namun menemukan kembali kepercayaan dirinya pasca amnesti dan abolisi. Tapi, ini adalah tamparan serius bagi hakim dan jaksa yang menyidangkan kasus Tom Lembong dan Hasto. Ketidakprofesionalan keduanya dalam memproses perkara, berakhir dengan dikeluarkannya amnesti dan abolisi. Apalagi, mayoritas ruang publik mendukung kebijakan presiden Prabowo.

Baca juga: Advokat, Peretas Jalan Rekonsiliasi Nasional

Tindakan Populis

Ketiga, anomali berikutnya adalah tindakan presiden Prabowo sendiri dalam mengeluarkan amnesti dan abolisi. Sejak awal, dapat dipastikan Presiden Prabowo tahu betul kalau kasus Tom Lembong dan Hasto sangat kental dan kuat dengan nuansa politik, namun tidak ada yang dilakukan presiden. Padahal ia adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.

Presiden membiarkan publik jengah menyaksikan persidangan yang penuh dagelan dan drama. Pada sisi lain, amnesti dan abolisi ini juga diberikan sebelum semua proses hukum dilalui. Maksudnya, baik kasus Hasto maupun Tom Lembong, keduanya belum incracht, masih ada proses banding dan kasasi yang dapat ditempuh untuk membuktikan bahwa mereka tidak bersalah. Artinya, masih ada cara-cara elegan yang dapat dilakukan oleh Presiden Prabowo untuk menyelamatkan hukum Republik ini. Namun timing yang dipilih adalah mengeluarkan amnesti dan abolisi saat ini juga. Tentu saja dalam itung-itungan politik, tindakan ini sangatkan populis. Presiden Prabowo untuk yang kesekian kalinya menjadi juru selamat rakyat Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *