Oleh Zaenal Wafa

Saudara-saudara tercinta
Namaku Tom Tembong
kelahiran empat maret tujuh satu
terpahat di tengah kata trikasih
ada roh kudus, maria dan jibril
Kusekolah serius hingga harvard
sampai ke negeri paman sam.
Aku pernah jadi menteri ekonomi
ketika pinokio jawasolo berkuasa
juga kepala lembaga investasi
dia acapkali mencontek catatanku
entah siapa cerdas siapa bodoh.
Saudara-saudara tercinta
sewaktu sohib baikku maju
calon pemimpin negri musim lalu
tlah kucium angin busuk menerpa
direkayasa kubakal dipenjarakan.
Itu sebabnya di forum praperadilan
yang digelar di jalan amperaraya
kami tlah lawan habis-habisan
putusan pun tlah terbaca kami.
Saudara-saudara terkasih
semua proses kujalani
tiba-tiba dari saksi ke terdakwa
kesemuanya janggal belaka
sembillan bulan terjeruji besi
tapi otak pikiranku tetap jalan
doa plus harapan warga publik
tiada henti setiap hari di media
dari para praktisi, akademisi, lsm,
makemak, para mahasiswa, pelajar.
Aku dan para kuasa hukum
kutahu ada senior-senior
maupun para advokat milenialis
saling menguatkan senantiasa.
Serangkaian argumentasi, bukti, saksi ahli, data, fakta
kesemuanya terlihat publik.
Lihatlah penuntut bermuka kecut.
Lihat pula hakim bukan wakil tuhan
bersandiwara amat murahan
di jalan bungur raya jakpus.
Saudara-saudara semuanya
ya, ya, namakulah Tom Tembong.
Palu vonis kalian paham kan
terbukti tak ada mens rea
tak ada bukti dolus maupun culpa
terbukti aku bukanlah actus reus
bukan pula actor intellectualis
tak ada bukti onrechmatige daad
bukti merugikan negri pun nihil
lucu kali aku di cap kapitalis.
Saudara-saudara semua tercinta
Herankah terbit abolisi buatku?
silahkan kalian jernih mengkritisi.
Pedang keadilan dan kebenaran
bisa datang bagai tak terduga.
Panggung depan maupun belakang
telah gamblang berbicara.
ada pinokio jawasolo cs kelojotan
ada juga penguasa gemoy menyala.
Catat ini: ada pula gelombang hebat
ratusan juta suara akal sehatkoletif
mampu datang kapan di mana pun
di belakang pentas besar hukum ini.
Bogor, awal agustus 2025.
Baca juga: Menulis sebagai jati diri