Banyu Tibo, Setetes Air Surga yang Jatuh ke Bumi

Matahari belum terlalu tinggi ketika rombongan lelaki paruh baya itu tiba di Desa Sidomulyo, Donorojo, Pacitan. Mereka menamakan diri “Genk Hedon” — sebutan yang lebih bernada gurauan ketimbang sungguhan. Anggotanya beragam: ada guru besar dengan rambut memutih, penulis yang tak pernah lepas dari buku catatan, aktivis yang galak bicara ketidakadilan, hingga pengusaha yang selalu punya cerita soal angka. Meski sibuk dengan dunia masing-masing, sesekali mereka kompak mengatur perjalanan, sekadar mencari udara baru dan tawa lama.

Baca juga: Ngegas Tipis, Ngopi Manis di Tambi Dan Telaga Menjer

Hari itu tujuan mereka Pantai Banyu Tibo, permata tersembunyi di pesisir selatan Jawa. Untuk mencapai pantai ini, perjalanan ditempuh sekitar 35 kilometer dari pusat Kota Pacitan, tepatnya menuju Desa Sidomulyo, Kecamatan Donorojo. Jalan menuju lokasi bisa dilalui kendaraan pribadi maupun transportasi umum. Sesampainya di lokasi, pengunjung akan menuruni tangga yang sudah disediakan, langsung menuju area pantai. Dengan jam operasional yang terbuka 24 jam, wisatawan bebas memilih waktu kunjungan, entah pagi hari saat cahaya matahari lembut atau sore menjelang senja dengan langit jingga yang menawan.

Dari atas tebing, mereka berhenti sejenak. Di hadapan mata, terbentang pemandangan langka: air jernih jatuh dari tebing kapur setinggi 30 meter, langsung menyatu dengan laut biru. “Banyu Tibo,” gumam sang guru besar sambil tersenyum, “air yang jatuh. Nama sederhana, tapi keindahannya tak sederhana.”

Menikmati Pantai dan Air Terjun

Di tepian kolam alami yang terbentuk di antara tebing karang, Genk Hedon itu berdiri berjejer. Tawa mereka pecah bersahut-sahutan, seperti suara anak muda yang baru pertama kali liburan, meski rambut sebagian sudah memutih. Kamera ponsel berputar dari tangan ke tangan, mengabadikan momen dengan latar belakang air terjun yang jatuh deras ke laut lepas, pantai Banyu Tibo yang eksotis membentang di belakang mereka. Seorang guru besar dengan santai mengangkat kedua jempolnya, sementara penulis di sampingnya memilih gaya sok serius, seolah-olah tengah berpose untuk sampul buku. Yang lain tak kalah heboh, ada yang bergaya ala model catwalk, ada pula yang mengacungkan jari membentuk simbol perdamaian.

READ  Puncak Suroloyo: Keindahan Alam dan Jejak Sejarah

“Coba agak maju, biar kelihatan pantainya!” seru salah satu dari mereka yang paling cerewet, membuat semua tertawa lagi. Klik. Jepretan berikutnya menangkap riak kolam bening di kaki mereka, bersanding dengan debur ombak Samudera Hindia yang tak henti menggempur karang. Saat foto-foto itu ditinjau ulang, komentar-komentar kocak pun berhamburan, menambah panjang deret tawa di tengah suara alam yang bergemuruh.

Hari itu, di kolam kecil Banyu Tibo, para lelaki tua dengan beragam profesi itu tak lagi tampak seperti sosok-sosok serius di ruang kuliah, kantor, atau forum sastra. Mereka hanyalah sahabat lama yang larut dalam riang, membekukan waktu dalam bingkai foto dengan latar keindahan yang sulit dilupakan.

Mereka tahu, Pantai Banyu Tibo bukan sekadar tempat wisata biasa. Ini adalah ruang pertemuan antara waktu dan kenangan. Ombaknya yang tenang memungkinkan mereka berendam tanpa cemas. Hamparan pasir yang luas jadi tempat duduk sempurna untuk bercakap panjang, membicarakan masa lalu, juga masa depan yang mereka jalani dengan lebih tenang.

Baca juga: Puncak Suroloyo: Keindahan Alam dan Jejak Sejarah

Menikmati Kesegaran Kelapa Muda

Seusai berfoto, Genk Hedon beristirahat di warung kecil di tepi pantai. Nasi pecel sederhana terasa nikmat, apalagi disantap sambil menatap laut. Di sela kunyahan, mereka tertawa mengenang masa muda yang penuh idealisme, juga membandingkan hidup hari ini yang katanya lebih “hedon” tapi sesungguhnya lebih sederhana: cukup sahabat, alam, dan kelapa muda yang menghapus dahaga setelah berkendara motor dari Jogja.

Banyu Tibo bagi mereka bukan hanya destinasi liburan. Ia seperti pengingat bahwa hidup, meski terus berjalan, masih punya ruang untuk kejutan indah. Air terjun yang terus mengalir bahkan di musim kemarau, seolah memberi pesan: ada yang abadi dalam hidup, meski usia dan waktu terus melaju.

READ  Puncak Suroloyo: Keindahan Alam dan Jejak Sejarah

Sore itu, ketika matahari mulai condong ke barat, Genk Hedon naik kembali ke tebing. Dari atas, mereka menoleh sekali lagi. Laut membiru, air terjun jatuh dengan tenang, dan di balik itu semua tersimpan cerita tentang persahabatan lelaki tua yang menemukan kembali makna kebahagiaan—bukan dalam kemewahan, tapi dalam perjalanan kecil yang sederhana.

Destinasi yang Wajib Masuk Daftar List

Keunggulan Banyu Tibo terletak pada keasriannya. Berbeda dengan pantai populer lain yang sering sesak pengunjung, di sini suasana masih terasa alami. Ombaknya yang tenang menjadikan pantai ini ramah untuk semua kalangan—baik keluarga dengan anak-anak, pasangan muda, hingga solo traveler yang mencari ketenangan.

Mengapa harus mengunjungi Banyu Tibo? Jawabannya sederhana: keindahan yang ditawarkan terlalu istimewa untuk dilewatkan. Di satu sisi Anda bisa menikmati pantai dengan pasir putih dan laut biru jernih, di sisi lain ada air terjun yang jatuh langsung ke laut—pemandangan yang hanya sedikit tempat di dunia bisa menyajikannya. Dengan akses mudah, tiket murah, dan fasilitas memadai, Banyu Tibo layak menjadi salah satu destinasi utama dalam daftar liburan Anda berikutnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *