MK Larang Rangkap Jabatan Wamen sebagai Komisaris BUMN

jogjanetwork.id 2 September 2025

Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan Nomor 128/PUU-XXIII/2025 pada 28 Agustus 2025 menjadi pukulan telak bagi praktik rangkap jabatan di kalangan wakil menteri (wamen). MK secara tegas melarang wamen merangkap sebagai komisaris di Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dengan alasan potensi konflik kepentingan yang dapat mengganggu integritas dan fokus tugas negara. Putusan ini memberi waktu dua tahun bagi pemerintah untuk menyesuaikan kebijakan, memicu diskusi hangat di kalangan publik dan pengamat politik.

Baca juga: Siapa Biang Kerok Amuk Massa? Aktivis HAM Bilang Begini

Langkah MK ini direspons beragam. Ada yang memuji sebagai upaya menjaga akuntabilitas, namun tak sedikit yang mempertanyakan implementasinya, mengingat banyak wamen saat ini duduk di kursi komisaris BUMN. Praktik ini, yang marak terjadi di era pemerintahan terkini, dianggap melemahkan efisiensi kinerja pejabat publik. Publik kini menanti langkah konkret pemerintah untuk mematuhi putusan ini.

Wamen yang Merangkap Jabatan Komisaris

Sejumlah wamen tercatat merangkap sebagai komisaris di berbagai BUMN, menarik perhatian atas potensi konflik kepentingan. Beberapa di antaranya adalah Sudaryono, Wakil Menteri Pertanian yang menjabat sebagai Komisaris Utama PT Pupuk Indonesia, serta Kartika Wirjoatmodjo, Wakil Menteri BUMN yang menjadi Komisaris Utama PT Bank Rakyat Indonesia. Selain itu, Dyah Roro Esti Widya Putri, Wakil Menteri Perdagangan, tercatat sebagai Komisaris Utama PT Sarinah, dan Nezar Patria, Wakil Menteri Komunikasi dan Digital, menjabat sebagai Komisaris Utama PT Indosat Tbk. Daftar ini hanya sebagian dari puluhan wamen yang mengisi posisi serupa di berbagai BUMN.

Baca juga: Kebebasan Berpendapat dan Perintah Tindakan Tegas

Dampak dan Harapan ke Depan

Putusan MK ini diharapkan menjadi titik balik untuk memperkuat tata kelola pemerintahan. Pengamat politik menilai, larangan ini akan memaksa wamen fokus pada tugas utama mereka, alih-alih terpecah dengan tanggung jawab di BUMN. Namun, tantangan besar ada pada transisi. Dalam dua tahun ke depan, pemerintah perlu merancang mekanisme pengganti komisaris tanpa mengganggu operasional BUMN. Publik berharap, keputusan ini bukan sekadar formalitas, melainkan langkah nyata menuju pemerintahan yang lebih transparan dan profesional.

READ  Prof. Mudzakir: Menakar Keadilan dalam Penegakan Hukum Korupsi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *