Tragedi MBG: Kelalaian atau Sabotase yang Disengaja?

jogjanetwork.id 26 September 2025

Program Makan Bergizi Gratis (MBG), salah satu program unggulan pemerintahan Prabowo Subianto. Program ini bertujuan mengatasi stunting dan meningkatkan kualitas SDM bangsa. Namun akhir-akhir ini berubah menjadi mimpi buruk bagi ribuan anak sekolah. Hanya dalam waktu kurang dari satu tahun sejak peluncurannya pada Januari 2025, Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) telah mencatat 6.452 kasus keracunan terkait MBG di seluruh negeri.

Baca juga: Rentetan Kasus Keracunan Program Makan Bergizi Gratis

Kasus terbaru di Kecamatan Cipongkor, Bandung Barat, membuat lebih dari 1.000 anak dirawat di rumah sakit akibat gejala muntah, diare, dan keracunan makanan massal. Ini bukan lagi insiden sporadis; ini adalah pola yang mengkhawatirkan, yang menimbulkan pertanyaan mendasar: Apakah ini murni kelalaian dalam pengelolaan, atau ada elemen kesengajaan yang lebih gelap di baliknya? Sebagai sebuah program ambisius dengan anggaran triliunan rupiah, MBG seharusnya menjadi benteng nutrisi, bukan sumber racun.

Kelalaian Atau Rendahnya Kualitas SDM

MBG dirancang dengan prosedur pemeriksaan kualitas yang ketat, sebagaimana diatur dalam Pedoman Keamanan Pangan MBG dari Badan Gizi Nasional. Rekanan penyedia—umumnya Satuan Pelayanan Penyediaan Gizi (SPPG) yang bekerja sama dengan pemerintah daerah—wajib menjalani verifikasi awal sebelum kontrak diberikan. Ini mencakup pemeriksaan dokumen legalitas, sertifikasi halal, dan uji laboratorium terhadap bahan baku utama seperti protein hewani, sayur, dan rempah.

Baca juga: Ahli Gizi Kritik Menu MBG, DPR Minta Evaluasi menyeluruh

Setelah itu, SOP harian diterapkan: Semua bahan baku harus diverifikasi kualitas dan kuantitasnya oleh tim pengawas sebelum diterima di dapur, diikuti dengan penyimpanan higienis di suhu terkendali untuk mencegah kontaminasi bakteri seperti Salmonella atau E. coli. Lebih lanjut, setiap SPPG diwajibkan menyimpan “bank sampel”—satu porsi makanan lengkap yang disimpan selama 72 jam untuk uji retrospektif jika terjadi keluhan.

READ  Tanya MBG, ID Card Wartawan CNN Indonesia Dicabut Istana

Pengawasan eksternal pun ada: Pemerintah daerah melakukan inspeksi rutin, termasuk sampling acak oleh pihak ketiga seperti laboratorium independen, dengan fokus pada kebersihan alat masak, proses memasak, dan distribusi. Anggaran Rp10.000 per porsi seharusnya mencukupi untuk bahan berkualitas tanpa kompromi, asal tidak ada pemotongan anggaran ilegal.

SOP Ketat

Secara teori, prosedur ini solid—mirip standar HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Points) yang diterapkan di industri pangan global. Namun, realitas lapangan jauh dari ideal. Mengapa, meski dengan segala prosedur itu, kasus keracunan terus bermunculan di berbagai daerah, dari Jawa Barat (provinsi dengan korban tertinggi, mencapai 1.333 siswa di Bandung Barat saja) hingga Lampung dan Banten? JPPI mencatat lonjakan signifikan sepekan terakhir, dengan gelombang keracunan yang membuat orang tua panik dan sekolah tutup sementara. Ini menunjukkan kegagalan sistemik: Pengawasan lemah, verifikasi formalitas belaka, atau bahkan korupsi yang merajalela di tingkat rekanan penyedia.

Kelalaian tampaknya menjadi penyebab utama. Banyak laporan menyoroti kurangnya pelatihan bagi tim dapur, infrastruktur penyimpanan yang buruk (seperti kulkas rusak di SPPG pedesaan), dan inspeksi yang jarang dilakukan karena keterbatasan sumber daya daerah. Ombudsman Banten, misalnya, sedang mengawasi SOP MBG setelah kasus serupa, menemukan bahwa pemeriksaan sampel sering diabaikan.

Kesengajaan Politis?

Di sisi lain, elemen kesengajaan tidak bisa diabaikan begitu saja. Motif potensialnya? Ekonomi: Rekanan penyedia mungkin sengaja menggunakan bahan murah atau kadaluarsa untuk memaksimalkan keuntungan, memotong biaya hingga 30-40% dari anggaran Rp10.000 per porsi.

Atau, lebih sinis lagi, sabotase politik—program MBG adalah simbol keberhasilan Prabowo, dan keracunan massal bisa menjadi alat untuk mendiskreditkan pemerintah di tengah kritik oposisi soal anggaran. Media asing seperti Reuters bahkan sudah menyoroti ini sebagai “skandal nutrisi” yang mengguncang citra Indonesia. Apakah ada tangan tak terlihat yang memanipulasi rantai pasok, seperti pencampuran kontaminan sengaja untuk memicu kegagalan program?

READ  Paradox Gen Z : Antikemapanan Tapi Pilih Aman

Pertanyaan-pertanyaan ini bukan sekadar spekulasi; ini adalah tuntutan darurat. Pemerintah harus segera membentuk tim investigasi independen, melibatkan KPK, BPOM, dan pakar gizi untuk audit forensik terhadap semua SPPG terlibat. Tes toksikologi mendalam pada sampel bank makanan, pemeriksaan keuangan rekanan, dan wawancara saksi harus dilakukan tanpa pandang bulu. Prabowo harus membuktikannya dengan aksi konkret, bukan sekadar pernyataan. Hingga kini, respons pemerintah masih reaktif: Tutup sementara SPPG, tapi tanpa reformasi struktural.

MBG seharusnya menjadi warisan positif, bukan tragedi yang merenggut masa depan anak-anak kita. Jika ini kelalaian, perbaiki sistemnya sekarang. Jika ada kesengajaan, ungkap motifnya dan hukum pelakunya. Negara ini tak boleh membiarkan ribuan korban kecil menjadi korban politik atau keserakahan. Usut tuntas—untuk keadilan, untuk kesehatan bangsa!

Satu tanggapan untuk “Tragedi MBG: Kelalaian atau Sabotase yang Disengaja?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *