Singapura Desak PBB Batasi Hak Veto, Termasuk Milik AS

jogjanetwork.id

New York, 28 September 2025 – Singapura hari ini secara tegas mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk membatasi penggunaan hak veto oleh lima anggota tetap Dewan Keamanan (P5), termasuk Amerika Serikat, di tengah meningkatnya konflik global yang membuat organisasi internasional ini terlihat tidak efektif. Pernyataan ini disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Singapura Vivian Balakrishnan dalam pidato nasionalnya di Sidang Umum PBB ke-80, yang menyoroti “penggunaan veto yang semakin sering dan sinis” sebagai penghalang utama dalam menjaga perdamaian dunia.

Baca juga: Trump Dukung Tony Blair Pimpin Otoritas Transisi Gaza

Balakrishnan, yang berbicara di tengah peringatan 80 tahun sejak akhir Perang Dunia II, menekankan bahwa dunia telah berubah secara dramatis sejak 1945, dengan distribusi kekuatan ekonomi, teknologi, dan militer yang kini lebih beragam. Ia menyebut PBB berada pada “titik infleksi” di mana reformasi mendesak diperlukan untuk membuat Dewan Keamanan lebih representatif dan inklusif, termasuk pembatasan veto yang sering digunakan untuk melindungi kepentingan nasional P5—China, Prancis, Rusia, Inggris, dan AS.

Menurut laporan dari Channel NewsAsia dan South China Morning Post, Balakrishnan secara spesifik mengkritik veto AS baru-baru ini terhadap resolusi gencatan senjata di Gaza, yang didukung oleh 14 anggota Dewan Keamanan lainnya, sebagai contoh kegagalan sistem veto dalam menangani krisis kemanusiaan. Pernyataan ini sejalan dengan posisi Singapura yang konsisten menolak pemberian hak veto kepada anggota permanen baru dalam reformasi Dewan Keamanan, seperti yang ditegaskan dalam debat Majelis Umum PBB baru-baru ini.

Kritik terhadap Veto AS dan Panggilan untuk Kesepakatan Global

Dalam pidatonya, Balakrishnan menyatakan, “Penggunaan veto yang semakin meningkat, dan jika boleh saya katakan, sinis oleh P5 harus dibatasi.” Ia menyerukan agar keanggotaan PBB yang lebih luas mencapai kesepakatan tentang bagaimana veto harus digunakan di masa depan, termasuk memperkuat hubungan antara Dewan Keamanan dan Majelis Umum untuk mengatasi kebuntuan. South China Morning Post melaporkan bahwa pidato ini disampaikan pada 25 September selama debat terbuka, di mana Balakrishnan menggambarkan dunia saat ini sebagai “fase yang sangat berbahaya” dengan penderitaan sipil di berbagai titik panas konflik.

READ  77 Negara Walkout Saat Netanyahu Berpidato di PBB

Channel NewsAsia menambahkan bahwa Singapura, sebagai negara kecil yang pernah menjabat sebagai anggota non-permanen Dewan Keamanan pada 2015-2016, melihat reformasi ini krusial untuk memastikan suara negara berkembang didengar. Balakrishnan juga menyoroti bahwa lebih dari 50 negara kecil belum pernah duduk di Dewan Keamanan sejak 61 tahun terakhir, menekankan perlunya ekspansi keanggotaan tanpa memperluas hak veto. Pernyataan ini mendapat dukungan dari delegasi Singapura di Majelis Umum, yang mendesak P5 untuk menghormati Pasal 27(3) Piagam PBB dan menahan diri dari voting pada sengketa yang melibatkan mereka sendiri.

Respons Internasional dan Tantangan Reformasi ke Depan

Reaksi terhadap seruan Singapura bercampur, dengan beberapa delegasi dari negara berkembang menyambut baik kritik terhadap veto P5, sementara kekhawatiran muncul dari pihak yang khawatir reformasi bisa memicu ketegangan lebih lanjut di antara kekuatan besar. Menurut siaran pers PBB, delegasi Singapura menegaskan dukungan untuk ekspansi keanggotaan permanen dan non-permanen, tetapi tegas menolak pemberian veto baru, dengan alasan bahwa hal itu akan memperburuk kebuntuan saat ini.

South China Morning Post mencatat bahwa inisiatif ini bagian dari upaya lebih luas di tingkat ASEAN untuk mendorong reformasi PBB, di mana Singapura sering menjadi suara moderat yang menjembatani Barat dan Asia. Meskipun belum ada respons resmi dari AS, para diplomat mengindikasikan bahwa Washington mungkin melihat seruan ini sebagai tantangan terhadap status quo pasca-Perang Dunia II. Hingga kini, diskusi reformasi Dewan Keamanan terus berlanjut di sidang PBB, dengan harapan kesepakatan konkret bisa tercapai menjelang ulang tahun ke-80 organisasi tahun depan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *