BURUH PELABUHAN YANG MENANGIS

Mustifa W Hasyim

Bukan karena nasibnya yang seperti sandal
selalu diinjak kaki orang

Bukan karena ia tidak berani menyimpan dompet di saku celana
hampir selalu hampa isi

Bukan karena anak sulit sekolah kota
biaya mahal
milih di pesantren sederhana untuk anak yatim piatu di desa

Bukan karena melihat isteri harus sibuk di warung makan kecil
dari jam tiga pagi sampai jam sepuluh malam
kaya piutang karena para buruh langganan
suka pay later tanpa kartu
hanya catatan di notes

Bukan karena setiap hari harus membeli air
di sekitar rumah hanya got hitam

Bukan karena diri dikepung udara miskin
dan hawa fakir
dan cahaya mata jelata

Bukan karena itu semua dia sering menangis diam diam
dia sembunyikan tangis di helai handuk kumal
setia menemani kerja

Lantas karena apa?

Karena setiap malam
srhabis kerja
lewat hp murahan isteri
dia selalu membaca kabar
semua saudara dia di tengah pulau
pabriknya ditutup
buruh dipersilakan nganggur
dengan pesangon
Semua saudara isteri
di barat pulau dan timur pulau
juga dirumahkan karena barang pabrik lokal kalah oleh banjir barang impor yang ugal ugalan datangnya
mereka lari kembali ke desa asal
terpaksa kembali jadi petani dan menanam buah.tapi pesan di hp terakhir mengabarkan
hasil pertanian dan kebun kurang laku dijual
kalah oleh hasil pertanian dan buah impor

Buruh pelabuhan itu ikut merasa bersalah
dia ikut menurunkan barang impor
dari kapal asing ke gudang
dari gudang ke truk besar yang lancar melaju
di jalan tol yang banyak dibangun

Setiap ada kapal asing berlabuh
dia bayangkan sebagai kapal perang
bersenjata peluru barang impor
sebenarnya bisa dihasilkan anak negeri itu
nenyerbu pasar kota dan desa

Kadang sambil menangis dia tertawa lirih
ingat bagaimana jenaka para petinggi negara
bilang mandiri berdikari
tapi membuka lebar keran impor tanpa kendali
dan dia sering berdoa di musholla sempit pelabuhan
“Semoga ada malaikat jenaka
menjewer telinga petinggi kuat kuat
sampai telinganya putus. Aamiin.”
Alangkah lucu melihat
mereka tanpa telinga
dan dia mendengar telinga yang putus itu bersorak gembira karena bebas dari rasa bersalah
selama ini nganggur
tak pernah dipakai untuk mendengar
oleh pemiliknya

Ya, buruh pelabuhan itu menangis karena semua saudaranya
nenganggur
hasil pabriknya dihajar barang impor
ketika mereka yang ngelih ini ngalih ke desa jadi petani dan pekebun
mereka masih dihajar dan dikejar oleh hasil pertanian dan buah impor sampai di pasar desa
Ia terus menunggu,
kapan malaikat malaikat
menjewer telinga petinggi yahg mabuk impor itu?

2025

READ  Tapak Sang Mualim: Menelusuri Jejak Surkati, Membaca Ulang Nurani Umat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *