Di Balik Tirai Gelap Republik: Siapa yang Memainkan Api?

jogjanetwork.id 28 Juli 2025

Dari #indonesiagelap Sampai Soal Ijazah Palsu

Ketika negeri ini baru saja mulai melangkah dengan formasi baru pemerintahan Prabowo-Gibran, tiba-tiba kabut pekat bernama #indonesiagelap dan isu lama tentang ijazah palsu Jokowi kembali merayap dari lorong-lorong politik yang tak pernah terang. Suasana yang tadinya diam-diam menidurkan, berubah jadi gaduh dan penuh spekulasi.

Baca juga: URGENSI RANCANGAN UNDANG-UNDANG LEMBAGA KEPRESIDENAN

Presiden Prabowo Subianto menuding gerakan “Indonesia Gelap” dan tagar #KaburAjaDulu sebagai proyek licik yang dibiayai oleh para koruptor. “Mereka ingin negeri ini terus gaduh, terus miskin,” katanya lantang dalam Kongres PSI, 20 Juli lalu. Dan tentu publik bertanya: siapa yang dimaksud dengan ‘mereka’?

Sementara itu, dari lain gelanggang, mantan Presiden Joko Widodo mengaku bahwa isu ijazah palsunya adalah hasil rekayasa pihak besar yang ingin menjatuhkannya, bahkan menggoyahkan posisi Gibran sebagai Wakil Presiden. Namun, Jokowi juga tidak menyebut nama. Semua seolah tahu, tapi tak ada yang menyebut.

Gerakan “Indonesia Gelap”: Suara Rakyat atau Rekayasa?

Gerakan “Indonesia Gelap” muncul sejak Februari 2025. Aliansi BEM SI, melalui Herianto, menyuarakan keresahan publik atas kebijakan-kebijakan pemerintah yang dianggap tertutup dan tidak transparan. Kata mereka, “Banyak kebijakan yang gelap. Tidak jelas ke mana arah negeri ini dibawa.”

Namun, bagi Presiden Prabowo, ini bukan sekadar gerakan moral. Ia menyebutnya sebagai skenario politik yang dibiayai koruptor. Pernyataan yang mencengangkan, sekaligus membingungkan. Bila benar ada pendana, mengapa tidak ditangkap?

Amnesty International Indonesia langsung merespons dengan tegas. “Tuduhan tanpa bukti bisa jadi ancaman bagi kebebasan berekspresi,” ujar Wirya Adiwena. Di mata mereka, tuduhan Prabowo justru bisa menjadi alat untuk mendiskreditkan kritik publik.

READ  Beban Bunga Utang Membengkak, Prabowo Siap Hutang Lagi

Teka-Teki Sang Dalang

Dalam pernyataan publik pada 26 Juli 2025, Jokowi menyebut ada “orang besar” di balik semua ini. Tanpa menyebut nama. Namun ada yang menunjuk ke arah mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dugaan ini didasari oleh isu lama saat Moeldoko yang dahulu berada di kabinet Jokowi, berupaya mengkudeta Partai Demokrat—peristiwa yang membuat hubungan Jokowi dan SBY retak tak tersembuhkan.

Apakah ini bentuk balas dendam politik untuk menjaga masa depan AHY? Ataukah hanya spekulasi yang dibungkus kebencian lama?

Baca juga : https://jogjanetwork.id/inggris-prancis-akui-palestina-trump-dukung-pembantaian/

Jika Tahu Dalangnya, Mengapa Tak Ditindak?

Ini pertanyaan paling penting dalam demokrasi yang katanya berbasis hukum: jika benar ada dalang dan pendana, mengapa tidak ditangkap? Apakah karena terlalu kuat? Terlalu tinggi? Atau memang narasinya hanya suara-suara kosong yang digunakan untuk memukul lawan? Masak negara kalah dengan “Sang Dalang”?

Amnesty International memperingatkan: tuduhan tanpa bukti bukan hanya bahaya bagi hukum, tapi racun demokrasi. Ini membuat kritik publik seolah-olah tindakan makar, membuat mahasiswa takut, membuat rakyat curiga, dan elite politik justru makin jauh dari tanggung jawab.

Di negeri ini, kita sedang hidup dalam dua dunia: satu dunia nyata yang penuh kegamangan, dan satu dunia narasi yang dimainkan dengan sangat halus. Dalam dunia nyata, rakyat butuh kejelasan dan keadilan. Dalam dunia narasi, elite bermain api—kadang menyulut, kadang pura-pura memadamkan.

Dan ketika pertanyaan paling sederhana pun tak bisa dijawab—Siapa dalangnya?”—maka bukan hanya gelap yang menyelimuti republik ini, tapi juga kabut ketidakjujuran dari mereka yang seharusnya paling bertanggung jawab.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *