Ini Pelanggaran Hakim yang Dilaporkan Tom Lembong Ke KY

jogjanetwork.id 11 Agustus 2025

Thomas Trikasih Lembong, mantan Menteri Perdagangan, melaporkan sejumlah dugaan pelanggaran etik dan prosedural oleh majelis hakim dalam persidangan kasusnya ke Komisi Yudisial (KY). Seperti diberitakan sebelumnya, pagi ini, (11/8) Tom Lembong didampingi oleh sejumlah penasehat hukumnya antara lain Ari Yusuf Amir, Dodi Abdulkadir, Sugito Atmo, dan Zaid Mushafi mendatangi Komisi Yudisial (KY). Kedatangan mereka untuk melaporkan tiga hakim yang menyidangkan perkaranya.

Baca juga : Menjaga Marwah Hukum: Penasehat Hukum Tom Lembong ke KY

Ari Yusuf Amir, menjelaskan alasan di balik langkah ini. “Kami melihat berbagai kejanggalan dalam persidangan, mulai masalah imparsialitas, sikap tidak profesional, hingga integritas hakim saat menyidangkan kasus tersebut yang dipertanyakan,” ujarnya pada jogjanetwork.id. Bagi Ari, pelaporan ini bukan sekadar upaya membela kliennya, Tom Lembong, tetapi juga untuk menjaga marwah hukum di Indonesia.

“Kami ingin hukum tegak dan berkeadilan,” tambahnya, menegaskan bahwa langkah ini akan tetap diambil, dengan atau tanpa abolisi dari presiden. Laporan ini mencakup sembilan poin yang menyoroti dugaan ketidakpatuhan terhadap hukum acara pidana, kode etik hakim, dan asas-asas peradilan yang adil. Berikut adalah rincian poin-poin pelaporan tersebut:

Ini 9 Poin Laporan Ke KY

Dalam pertemuannya dengan KY, Tom Lembong menyerahkan berkas yang berisi catatan-catatan selama proses persidangan, yang menurut Tom Lembong maupun penasehat hukumnya dipenuhi kejanggalan, dan berpotensi melakukan tindak pidana serta pelanggaran kode etik. Hal-hal yang dilaporkan meliputi:

Baca juga:Tim Hukum Lembong Laporkan Hakim demi Reformasi Hukum

Pembacaan BAP Rini Soemarno Tanpa Kehadiran Saksi

Majelis hakim mengizinkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saksi kunci, Rini Soemarno, dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) tanpa kehadiran saksi tersebut di persidangan dan tanpa alasan yang sah. Padahal, jaksa memiliki kewenangan untuk memanggil saksi secara paksa, dan hakim juga dapat memerintahkan hal tersebut sesuai Pasal 162 KUHAP. Tindakan ini dinilai melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) terkait sikap mandiri.

READ  Abolisi Tom Lembong: Kemenangan Akal Sehat

Penggunaan BAP dalam Pertimbangan Putusan
Meskipun hakim menyatakan mengesampingkan BAP Rini Soemarno (halaman 1420 putusan), fakta menunjukkan bahwa keterangan tersebut tetap digunakan dalam pertimbangan putusan (halaman 1341). Hal ini dianggap melanggar KEPPH terkait sikap jujur.

Perlakuan Tidak Adil dan Intimidatif

Sejak awal persidangan, majelis hakim dinilai tidak menunjukkan perlakuan yang adil dan seimbang. Hakim terlihat akomodatif terhadap JPU, namun bersikap intimidatif dan penuh prasangka terhadap terdakwa melalui pernyataan sinis dan memojokkan sebelum fakta persidangan terungkap. Tindakan ini melanggar Pasal 8 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman, asas praduga tak bersalah, dan KEPPH terkait sikap adil, jujur, mandiri, serta arif bijaksana.

Selain itu, hakim juga dinilai menggunakan istilah seperti “bagi-bagi kue” saat mengajukan pertanyaan kepada saksi JPU, yang dinilai menyudutkan terdakwa dan menunjukkan tendensi untuk menghukum. Ini melanggar Pasal 8 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman, asas praduga tak bersalah, dan KEPPH.

Tekanan terhadap Saksi Rachmat Gobel

Hakim dianggap mengintervensi dan menekan Saksi Rachmat Gobel saat lupa dan memaksa supaya saksi memberi keterangan yang memberatkan terdakwa, padahal lebih baik lupa daripada berbohong. Menurut Tom Lembong kesaksian yang dipaksakan tersebut berpotensi pidana karena sumpah palsu sebagaimana diatur dalam Pasal 242 KUHAP dan melanggar KEPPH berupa bersikap adil, jujur, mandiri, dan arif bijaksana.

Bukan hanya itu, majelis hakim juga tidak pernah bertanya kepada ahli yang dihadirkan terdakwa, seolah-olah menganggap keterangan ahli tersebut tidak relevan. Sebaliknya, hakim aktif bertanya kepada ahli JPU yang memberatkan terdakwa, melanggar KEPPH terkait sikap adil, jujur, profesional, dan rendah hati.

Putusan Tidak Sistematis dan Berbasis BAP

Putusan hakim dinilai tidak sistematis, menggunakan BAP sebagai dasar pertimbangan alih-alih fakta persidangan, serta menyalin tabel kemahalan harga dari Laporan Hasil Audit (LHA) BPKP tanpa pendalaman. Hakim juga menyebut terdakwa mengedepankan ekonomi kapitalis sebagai hal memberatkan, padahal tidak terbukti di persidangan. Ini melanggar Pasal 28 huruf i UUD 1945 dan KEPPH terkait profesionalisme.

READ  Ironi Negeri Demokrasi: Ketika Oposisi Terancam Bui

Tom Lembong juga melaporkan hakim Anggota 1, Purwanto S Abdullah, karena diduga baru memiliki sertifikasi hakim tindak pidana korupsi (Tipikor) dua hari sebelum putusan dibacakan, melanggar Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 11 huruf e UU Pengadilan Tipikor serta KEPPH terkait profesionalisme dan disiplin.

Vonis Tanpa Dasar dan Mengabaikan Fakta Persidangan
Hakim memvonis terdakwa tanpa bukti mens rea (niat jahat) sebagai syarat pemidanaan, tanpa aliran dana ke terdakwa, dan berdasarkan BAP alih-alih fakta persidangan. Kerugian negara yang diklaim hanya bersifat potensial, bukan nyata, bertentangan dengan Putusan MK No. 25/PUU-XIV/2016. Hakim juga mengabaikan Pasal 51 ayat (1) KUHP yang menyatakan bahwa seseorang tidak dapat dipidana jika menjalankan perintah jabatan yang sah. Dalam kasus ini, importasi gula dilakukan atas instruksi langsung Presiden Joko Widodo untuk menjamin stok dan stabilitas harga gula melalui operasi pasar yang melibatkan INKOPKAR dan INKOPPOL.

Laporan ini diajukan untuk memastikan integritas dan independensi peradilan. Tom Lembong meminta KY menindaklanjuti dugaan pelanggaran ini agar keadilan dapat ditegakkan sesuai hukum dan etika peradilan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *