Jangan Tinggalkan Rakyat Dalam Membuat Kebijakan

Oleh Sobirin
(Dosen FH Universitas Ahmad Dahlan)

Pati sudah lama dikenal sebagai kabupaten di Jawa Tengah, Indonesia, yang dikenal dengan berbagai aspek, termasuk sejarah, budaya, dan keindahan alamnya.

Baca juga: Suparman Marzuki: Demo Di Pati sebagai Peringatan Nasional

Pati dalam beberapa waktu ini kembali viral dan begitu terkenal karena sang Bupati Pati, Sudewo, membuat keputusan menaikkan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBBP2) sebesar 250 persen. Kenaikan ini memicu gelombang protes dari warga Pati, yang merasa kebijakan tersebut memberatkan dan tidak manusiawi.

Alasan Sang Bupati menaikkan Pajak, karena :  Penerimaan PBB Kabupaten Pati hanya sekitar Rp 29 miliar, jauh tertinggal dibandingkan kabupaten lain di Jawa Tengah, seperti Jepara (Rp75 miliar), Rembang dan Kudus (masing-masing sekitar Rp50 miliar).  Sudewo berpendapat bahwa tambahan pendapatan dari pajak ini sangat penting untuk membiayai pembangunan infrastruktur jalan, renovasi RSUD RAA Soewondo, serta program-program pertanian dan perikanan.

Atas keputusan Bupati tersebut, warga pun bereaksi keras dan masif.  Banyak warga yang mengkritik kebijakan kenaikan pajak ini melalui media sosial dan forum-forum publik.  Sejumlah warga bahkan telah menyiapkan demonstrasi besar-besaran pada 13-14 Agustus 2025 dengan target massa sebanyak 50 ribu orang.

Hal yang menarik,  Bupati Sudewo menantang warga untuk mendatangkan 50 ribu demonstran ke Kantor Pemkab Pati, dan menyatakan bahwa keputusannya tidak akan berubah. Sikap “keras” Sang Bupati ternyata tidak bertepuk sebelah tangan. Masyarakat pun, mewujudkan demontrasi besar-besarannya. Menurut sejumlah wartawan, massa yang berdemo di depan kantor Bupati mencapai seratus ribuan orang.

Baca juga: Pajak Bumi Bangunan dan Bayang-bayang Pajak Kolonial

Sebelum demo besar-besaran terjadi, sebagian masyarakat sudah menyampaikan keberatan atas keputusan Bupati tersebut. Di antara penolakan yang disampaikan, (1) kenaikan pajak yang signifikan pasti memberatkan masyarakat, terutama mereka yang berpenghasilan rendah atau menengah. Hal ini dapat menyebabkan penurunan daya beli dan kualitas hidup masyarakat. (2) Dipertanyakan,  apakah kenaikan pajak ini adil bagi semua lapisan masyarakat? Apakah masyarakat yang berpenghasilan tinggi juga dikenakan kenaikan pajak yang sama?

(3) Apakah proses kenaikan pajak ini dilakukan dengan transparan dan melibatkan partisipasi masyarakat? Apakah masyarakat memiliki kesempatan untuk memberikan masukan dan kritik? (4) Apakah dana pajak yang diperoleh dari kenaikan ini akan digunakan secara efektif dan efisien untuk membiayai pembangunan infrastruktur dan program-program lainnya? (5) Apakah ada alternatif lain untuk meningkatkan pendapatan daerah selain menaikkan pajak? Apakah pemerintah daerah telah mempertimbangkan opsi-opsi lain? (6) Kenaikan pajak yang signifikan dapat mempengaruhi investasi dan ekonomi lokal. Apakah pemerintah daerah telah mempertimbangkan dampak ini?

READ  Militerisme: Ancaman di Balik Bayang Sistem Merit

Pemimpin Konstitusional

Setelah didemo besar-besaran, ternyata tak membuat nyali Sang Bupati “keder”. Dia mengatakan, “Saya terpilih secara konstitusional,” jadi ia menolak mundur walau di demo besar-besaran. Namun, warga tampaknya belum patah arang atas penolakan Bupati untuk mundur. Usai berdemo warga  mendesak agar Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)  menggunakan “Hak Angket”. Panitia Khusus (Pansus) telah dibentuk untuk menyelidiki Bupati. Wakil Ketua Pansus Hak Angket, Joni Kurnianto menjelaskan, ada 12 kebijakan yang  dianggap bermasalah dan nanti akan disorot oleh DPRD.

Ditambahkan Joni Kurnianto, hasil hak angket DPRD terhadap Bupati Pati, Sudewo, diharapkan dapat membawa keadilan bagi masyarakat Pati setelah melalui proses penyelidikan yang detail dan hati-hati. Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket DPRD Kabupaten Pati telah memulai sidang terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan Bupati Sudewo, seperti mengabaikan surat peringatan dari BKN terkait penunjukan Direktur RSUD RAA Soewondo Pati dan pemberhentian 220 karyawan tanpa pesangon.

Baca juga: Dari Kata Menjadi Petaka: Ketika Pejabat Tak Jaga Mulut

Poin-poin penting dalampPenyelidikan akan menyelisik dan mengungkap:
a. Pemberhentian Karyawan: 220 karyawan diberhentikan tanpa pesangon, termasuk pegawai yang telah bekerja hingga 20 tahun.
b. Rotasi dan Rangkap Jabatan: Dugaan ketidakwajaran rotasi dan rangkap jabatan di lingkungan Pemkab Pati.
c. Mengabaikan Surat Peringatan BKN: Bupati Sudewo dianggap mengabaikan surat peringatan ketiga dari BKN terkait penunjukan Direktur RSUD RAA Soewondo Pati.

Proses penyelidikan ini akan terus berlanjut dengan Pansus yang akan memeriksa pihak-pihak terkait dan memanggil pejabat Pemerintah Daerah, badan hukum, atau warga masyarakat yang dianggap mengetahui atau patut mengetahui masalah yang diselidiki. Hasil akhir dari penyelidikan ini bisa berdampak pada keputusan pemakzulan Bupati Sudewo.

READ  Aksi Demonstrasi, Apakah Sama Dengan Anarkis

Hak angket DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) adalah salah satu instrumen pengawasan yang dimiliki oleh DPRD untuk memeriksa dan menginvestigasi kebijakan pemerintah daerah yang dianggap tidak sesuai dengan kepentingan masyarakat. Hak angket ini digunakan untuk meminta klarifikasi atau penjelasan dari pemerintah daerah terkait dengan kebijakan atau program yang sedang dijalankan. DPRD dapat menggunakan hak angket ini untuk memastikan bahwa pemerintah daerah menjalankan tugasnya dengan transparan dan akuntabel.

Diharapkan dengan menggunakan hak angket, DPRD dapat:
1. Menginvestigasi kebijakan Bupati sebagai Kepala Daerah  yang dianggap tidak tepat
2. Meminta klarifikasi atau penjelasan dari Bupati sebagai pemerintah daerah
3. Mengawasi jalannya pemerintahan daerah Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pemerintahan daerah

Sisi Lain

Bagi warga Pati, hak angket DPRD ini sangat penting dalam memastikan bahwa pemerintahan daerah berjalan dengan baik dan sesuai dengan kepentingan masyarakat.

1. Demonstrasi dan Protes: Masyarakat telah melakukan demonstrasi dan protes untuk menunjukkan ketidakpuasan mereka terhadap kebijakan kenaikan pajak ini.
2. Langkah lain, Pengajuan Gugatan: Masyarakat akan mengajukan gugatan ke pengadilan untuk membatalkan kebijakan kenaikan pajak ini.
3. Tekanan pada Pemerintah Daerah: Masyarakat akan terus melakukan tekanan pada pemerintah daerah baik secara formal (lobi-lobi ke DPRD, sejumlah LSM, Parpol dan tokoh-tokoh setempat) maupun secara informal demonstrasi dan gugatan lain untuk membatalkan atau merevisi kebijakan kenaikan pajak ini.

Kehilangan Kepercayaan

Dengan demo massa yang demikian besar, sebenarnya sudah cukup untuk menggambarkan bahwa Bupati Pati telah kehilangan kepercayaan rakyat. Kehilangan kepercayaan itu disebabkan beberapa faktor, seperti:

1. Kurangnya Transparansi: Keputusan yang tidak jelas atau tidak komunikatif (sepihak dan Top Down) telah menimbulkan krisis ketidakpercayaan.

2. Bupati telah dianggap gagal dalam menangani masalah publik atau tidak memenuhi janji kampanye. Dalam hal ini rekaman video jelas menunjukkan terjadi inkonsistensi antara dulu saat kampanye  dan setelah Bupati berkuasa.

3. Kontroversi atau Skandal: Terlibat dalam kasus korupsi, nepotisme, atau perilaku tidak etis lainnya. KPK pun dalam hal ini telah menyatakan ada beberapa permasalahan proyek yang dilakukan Bupati yang segera akan diinvestigasi lebih jauh.

READ  DPR Lembaga Perwakilan Tanpa Periodisasi dan Pengawasan

4. Kurangnya Partisipasi Publik: Jelas Bupati tidak peka, terbukti keputusan dibuat tidak melibatkan masyarakat padahal itu  keputusan penting dan menyangkut masyarakat luas.

5. Potensi konflik: Penolakan masyarakat dapat memicu konflik antara masyarakat dan pemerintah daerah jika tidak ditangani dengan baik.

6. Perubahan Kebijakan: Pemerintah daerah dalam hal ini Bupati bisa saja masih bertahan__namun tentu mempertimbangkan untuk merevisi atau membatalkan kebijakan kenaikan pajak ini karena masyarakat menolaknya secara luas.

Yang jelas, kasus di daerah Kabupaten Pati ini menjadi pelajaran penting bagi daerah lain atau secara nasional; bahwa pemerintah penting mendengarkan aspirasi masyarakat dan melakukan dialog untuk mencari solusi yang terbaik bagi semua pihak. Pemerintah daerah atau pusat harus menghentikan kebijakan tidak populer.  Kebijakan seperti menaikan pajak yang begitu tinggi tidak disukai oleh masyarakat, sehingga mereka menolaknya.

Di era demokrasi saat ini, pemerintah daerah atau pemerintah pusat harus membuka peluang untuk berdialog.  Bukan saatnya lagi kebijakan dibuat secara top down atau sepihak (dipaksakan dari atas ke bawah) apalagi kalau kebijakan itu jelas-jelas merugikan rakyat. Dalam situasi seperti ini, pemerintah daerah perlu untuk mendengarkan aspirasi masyarakat dan melakukan upaya untuk memahami kekhawatiran mereka.

Penutup

Pembuatan sebuah kebijakan seperti undang-undang, Kepres, Perda, Pergub, Perbup, ataupun kebijakan apa saja, saatnya memperhatikan kepentingan publik. Dalam UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, salah satu prinsip pembentukan kebijakan dikatakan adalah partispasi masyarakat. Ini menunjukkan bahwa proses pembuatan kebijakan harus melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat, termasuk dalam tahap perencanaan, pembahasan dan pengambilan kebijakan.

Dalam penjelasan lebih lanjut tentang partisipasi masyarakat diatur dalam Pasal 53 ayat (1) yang menyebutkan nahwa, “Masyarakat berhak memberikan masukan terhadap Rancangan Peraturan Perundang-Undangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Jadi, jelaslah kebijakan harus melibatkan publik dalam proses pembuatannya untuk memastikan bahwa kebijakan tersebut mencerminkan kebutuhan dan aspirasi masyrakat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *