jogjanetwork.id
Jakarta, 18 Juli 2025 – Sidang vonis mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong, yang lebih dikenal sebagai Tom Lembong, dalam kasus dugaan korupsi impor gula dijadwalkan digelar hari ini di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. “Perkara Nomor 34/Pid.Sus-TPK/2025/PN.Jkt.Pst atas nama terdakwa Thomas Trikasih Lembong. Agenda putusan,” ujar juru bicara Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Andi Saputra, kepada wartawan, Jumat (18/7/2025).
Baca juga: Mata Hati untuk Keadilan: Harapan Ketua KY 2013-2015 atas Banding Tom Lembong
Suparman Marzuki, Ketua Komisi Yudisial 2013-2015, berharap dalam perkara Tom Lembong: semoga hakim tidak membutakan indera dan akal sehatnya dalam menegakkan kebenaran dan keadilan. Menurutnya, hakim semestinya memiliki integritas tinggi bertindak sesuai hukum dan fakta, bebas dari tekanan eksternal seperti intervensi politik, suap, atau kepentingan pribadi. “Integritas hakim itu untuk memastikan putusan yang adil, transparan, dan berdasarkan bukti yang sah, sehingga menjaga kepercayaan publik terhadap sistem peradilan di Indonesia,” kata Suparman Marzuki yang ditemui Jogja Network di kediamannya.
Sebelumnya, jaksa penuntut umum (JPU) menuntut Tom Lembong dengan hukuman penjara selama 7 tahun dan denda sebesar Rp 750 juta. Apabila denda tidak dibayar, Tom diancam dengan pidana pengganti berupa penjara selama 6 bulan. Jaksa meyakini Tom bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP terkait kebijakan impor gula kristal mentah tanpa koordinasi dengan kementerian lain serta penerbitan surat persetujuan impor untuk sejumlah perusahaan mitra PT PPI.
Dalam persidangan pada 1 Juli 2025, Tom Lembong menyoroti ketidakkonsistenan perlakuan terhadap pelaku impor yang menggunakan skema serupa. Ia juga mempertanyakan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang menyebutkan kerugian negara sebesar Rp 578,1 miliar. Menurut Tom, metode audit BPKP bermasalah, terutama karena mengkategorikan setoran pajak pertambahan nilai sebagai kerugian negara. “Bagaimana mungkin setoran pajak pertambahan nilai dikategorikan sebagai kerugian?” ujarnya.
Kuasa hukum Tom, Ari Yusuf Amir, dalam pleidoi setebal 65 halaman, membantah tuduhan jaksa. Mereka membeberkan fakta persidangan yang menunjukkan bahwa kebijakan impor gula telah dikoordinasikan dengan kementerian lain sebagai respons terhadap arahan Presiden Joko Widodo untuk mengatasi gejolak harga akibat defisit pasokan gula. Ari juga menegaskan bahwa tuduhan jaksa soal surplus gula pada 2015-2016 terbantahkan oleh keterangan saksi. “Jaksa masih saja mengatakan impor pada saat surplus. Stok gula nasional tidak pernah memenuhi jumlah kebutuhan konsumsi,” kata Ari kepada Tempo pada 5 Juli 2025.
Saksi dari Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, Yudi Wahyudi, dalam sidang akhir April 2025, menyatakan bahwa Indonesia selalu kekurangan stok gula untuk memenuhi kebutuhan konsumsi. Ia menyebutkan bahwa stok gula pada akhir 2015 hanya mencapai 834 ribu ton, yang kemudian menjadi stok awal 2016.
Kejanggalan lain muncul dalam tuntutan jaksa pada 4 Juli 2025, yang nyaris tak berbeda dengan dakwaan pada 6 Maret 2025. Jaksa disebut mengabaikan keterangan saksi dari 20 kali persidangan. Sebelum ditetapkan sebagai tersangka pada 29 Oktober 2024, Tom Lembong diperiksa Kejaksaan Agung sebanyak empat kali sebagai saksi tanpa didampingi kuasa hukum. “Tanggal 29 ditetapkan sebagai tersangka, dijelasin enggak kenapa Anda ditetapkan?” tanya kuasa hukum. “Tidak, tidak jelas apa masalahnya,” jawab Tom.
Suparman Marzuki, berharap hakim dapat menegakkan integritas dalam memutus perkara ini. “Hakim harus mempertimbangkan fakta persidangan secara menyeluruh dan tidak terpengaruh tekanan eksternal. Integritas peradilan dipertaruhkan,” ujarnya. Publik kini menanti putusan hakim yang diharapkan mencerminkan keadilan dan kebenaran berdasarkan fakta persidangan.
