jogjanetwork.id 1 September 2025
Di tengah dinamika kehidupan demokrasi Indonesia, kebebasan berpendapat menjadi salah satu pilar yang terus diuji. Hak untuk menyuarakan aspirasi, sebagaimana dijamin dalam United Nations International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) Pasal 19 dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998, menjadi landasan bagi masyarakat untuk menyampaikan pandangan secara damai. “Sekali lagi, aspirasi murni yang ingin disampaikan harus dihormati. Hak untuk berkumpul secara damai harus dihormati dan dilindungi,” demikian penegasan Presiden Prabowo di Jakarta, 31 Agustus.
Baca juga: Ahli Hukum UII Usul Presiden Bentuk Staf Khusus Negarawan untuk Atasi Krisis
Namun, di sisi lain, stabilitas negara menjadi taruhan ketika kebebasan itu disalahgunakan. Presiden Prabowo Subianto, dalam pernyataannya, menegaskan sikap tegas terhadap tindakan anarkis yang mengancam ketertiban umum. “Kegiatan-kegiatan yang bersifat anarkis, destabilisasi negara, merusak atau membakar fasilitas umum sampai adanya korban jiwa, mengancam dan menjarah rumah-rumah dan instansi-instansi publik maupun rumah-rumah pribadi, hal itu merupakan pelanggaran hukum,” ujarnya. Presiden menekankan bahwa negara wajib hadir untuk melindungi rakyatnya, menjaga fasilitas umum yang dibangun dari uang rakyat, dan menegakkan hukum terhadap pelanggaran yang membahayakan masyarakat.
Tindakan Tegas, Bukan Penghambatan Aspirasi
Instruksi Presiden kepada TNI dan Polri jelas: tindakan tegas harus diambil terhadap perusakan fasilitas umum, penjarahan, atau ancaman terhadap kehidupan masyarakat. “Kepada pihak Kepolisian dan TNI, saya perintahkan untuk mengambil tindakan yang setegas-tegasnya sesuai dengan hukum yang berlaku,” tegas Prabowo. Pernyataan ini mencerminkan komitmen untuk menjaga stabilitas, namun juga membuka ruang tanya: bagaimana aparat dapat membedakan antara penyampaian pendapat yang sah dan tindakan anarkis?
Publik, sebagaimana disuarakan oleh berbagai kalangan, berharap aparat kepolisian mampu menerjemahkan perintah Presiden dengan tepat. “Jangan sampai tindakan tegas justru menghambat kebebasan menyampaikan pendapat,” ujar Despan Heryansyah, aktivis HAM. Harapan ini mencerminkan kekhawatiran bahwa garis tipis antara penegakan hukum dan pembatasan hak demokratis bisa saja kabur di lapangan. Ketika demonstrasi damai berubah menjadi kericuhan—entah karena provokasi atau eskalasi emosi—aparat dihadapkan pada tantangan untuk bertindak proporsional.
Baca juga: Al Irsyad Imbau Jaga Kondusifitas di Tengah Aksi Demonstrasi
Menjaga Keseimbangan
Kebebasan berpendapat dan keamanan publik ibarat dua sisi mata uang. Di satu sisi, masyarakat memiliki hak untuk menyuarakan aspirasi, mengkritik kebijakan, dan menuntut perubahan. Di sisi lain, negara memiliki tanggung jawab untuk mencegah kekacauan yang dapat merugikan banyak pihak. Dalam konteks ini, komunikasi yang transparan antara pemerintah, aparat, dan masyarakat menjadi kunci. Pelatihan aparat untuk mengenali situasi, memisahkan perusuh dari demonstran damai, serta menggunakan pendekatan yang tidak memicu eskalasi, menjadi hal yang mendesak.
Seorang pengamat politik menuturkan, “Negara harus hadir untuk melindungi, bukan hanya menindak. Dialog dengan kelompok demonstran, pemetaan potensi kerusuhan, dan pendekatan humanis bisa mencegah situasi menjadi tidak terkendali.” Publik pun menanti implementasi nyata dari perintah Presiden, yang tidak hanya tegas terhadap pelaku anarkis, tetapi juga sensitif terhadap hak-hak demokrasi.
Harapan Publik
Di tengah sorotan terhadap dinamika ini, publik berharap aparat dapat menjalankan tugas dengan bijak. “Kami ingin polisi menindak perusuh, bukan menghalangi kami bicara,” ujar seorang mahasiswa yang kerap ikut demonstrasi. Harapan ini bukanlah sekadar permintaan, melainkan cerminan dari keinginan agar demokrasi Indonesia tetap hidup, di mana suara rakyat didengar, namun ketertiban tetap terjaga.
Kebebasan berpendapat adalah hak yang telah diperjuangkan panjang. Namun, kebebasan itu hanya akan bermakna jika dijalankan dengan tanggung jawab. Di tangan aparat, mandat Presiden untuk menindak tegas pelaku anarkis harus menjadi pengingat: lindungi rakyat, jaga fasilitas publik, dan hormati aspirasi. Hanya dengan keseimbangan ini, Indonesia dapat terus melangkah sebagai negara demokrasi yang kuat dan stabil.
Satu tanggapan untuk “Kebebasan Berpendapat dan Perintah Tindakan Tegas”