Kemunafikan Barat dalam Penegakan HAM Pasca 9/11

Tulisan ini menyoroti evolusi pandangan global terhadap hak asasi manusia (HAM), demokrasi, dan standar moral yang dipromosikan oleh negara-negara Barat, serta kritik atas standar ganda yang semakin terlihat, khususnya dalam konflik Israel-Palestina. Dengan latar belakang perubahan dunia pasca serangan 9/11, tulisan ini juga menyoroti seruan terbaru dari Qatar untuk menghentikan kemunafikan tersebut.

Baca juga: Dunia Dukung Palestina, Melawan Kebiadaban Israel

Standar Moral yang Dipromosikan Barat

Selama beberapa dekade, negara-negara Barat seperti Amerika Serikat dan sekutu Eropanya telah aktif mendorong penerapan standar moral universal di seluruh dunia. Ini mencakup hak asasi manusia yang mencakup kebebasan berpendapat, hak atas kehidupan, dan perlindungan dari penyiksaan, sebagaimana diuraikan dalam Deklarasi Universal HAM PBB. Demokrasi dipromosikan sebagai sistem pemerintahan ideal, dengan penekanan pada pemilu bebas, pemisahan kekuasaan, dan akuntabilitas pemimpin.

Selain itu, dialog antarpihak menjadi prioritas untuk menyelesaikan konflik, sementara anti-kekerasan ditekankan melalui kampanye global melawan terorisme dan perang yang tidak adil. Standar moral lain yang sering diadvokasi termasuk keadilan sosial, kesetaraan gender, transparansi pemerintahan, perlindungan lingkungan, dan hak minoritas, seperti yang terlihat dalam dukungan Barat terhadap gerakan hak sipil di berbagai negara. Namun, kritik muncul ketika standar ini diterapkan secara selektif, di mana Barat sering menekankan nilai-nilai ini pada negara berkembang sambil mengabaikan pelanggaran di sekutu mereka sendiri.

Baca juga: Israel dan Amerika bebas Menyerang negara lain

Perubahan Dunia Pasca 9/11 dan Munculnya Standar Ganda

Serangan 9/11 tahun 2001 menjadi titik balik yang mengubah lanskap global, di mana Amerika Serikat dan sekutu Baratnya mulai menerapkan kebijakan luar negeri yang lebih agresif, sering kali mengorbankan prinsip HAM yang mereka promosikan. Pasca kejadian itu, AS meluncurkan “War on Terror” yang mencakup invasi ke Afghanistan dan Irak, dengan tuduhan pelanggaran HAM seperti penyiksaan di penjara Abu Ghraib dan Guantanamo Bay. Ini menciptakan persepsi bahwa Barat, termasuk Israel, memiliki “izin” untuk melakukan tindakan keras terhadap kelompok yang dianggap musuh, seperti komunitas Muslim yang sering dicurigai secara kolektif.

READ  Reformasi Polri Dan Kesehatan Mental Anggota

Standar ganda semakin jelas dalam konflik Gaza: sementara Barat mengutuk pelanggaran HAM di negara lain, mereka sering diam atau mendukung aksi Israel yang menewaskan ribuan warga sipil tak berdosa. Misalnya, jika negara non-Barat menindak kelompok pengganggu, mereka dicela dengan tuduhan pelanggaran HAM, tetapi ketika Israel melakukan operasi militer di Gaza yang menimbulkan korban sipil massal, respons Barat cenderung bungkam atau defensif.

Seruan Emir Qatar dan Peran Dunia Timur dalam Mempromosikan Harmoni

Baru-baru ini, Perdana Menteri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani, mewakili pandangan Emir Qatar, menyerukan negara-negara Barat untuk menghentikan standar ganda dan kemunafikan dalam menangani konflik global, khususnya terkait Israel. Dalam pidatonya, ia menekankan perlunya komunitas internasional menolak “double standards” dan meminta pertanggungjawaban Israel atas aksi-aksinya, termasuk serangan di Doha dan pembantaian di Gaza.

Ia mendesak negara-negara dunia untuk bersatu mengutuk Israel dan mengambil langkah konkret, seperti menghukum pelanggaran dan mendukung upaya mediasi Qatar meskipun ada serangan terhadap wilayahnya. Seruan ini mencerminkan frustrasi yang lebih luas di dunia Arab dan Global South terhadap hipokris Barat, di mana dukungan tak tergoyahkan untuk Israel dianggap mengikis kredibilitas nilai-nilai HAM yang mereka junjung.

Lebih jauh lagi, saatnya bagi negara-negara Timur untuk mempromosikan harmoni, sebuah nilai yang selama ini dipegang teguh oleh dunia Timur, untuk menggantikan kemunafikan Barat. Harmoni, yang menekankan keseimbangan, kerja sama, dan penghormatan terhadap keberagaman budaya, dapat menjadi landasan baru untuk menciptakan tata dunia yang lebih adil dan inklusif, menggantikan pendekatan Barat yang sering kali memihak dan tidak konsisten.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *