Layan dan Mira, Gadis Kecil yang Ditembak Mati Israel

jogjanetwork.id 19 Agustus 2025

Mira dan Layan, dua gadis kecil tak berdosa, korban kebiadaban Israel
Foto yang diambil dari BBC ini memperlihatkan dua gadis kecil, Mira dan Layan yang ditembak mati Israel

Di tengah hiruk-pikuk perang yang tak pernah usai di Jalur Gaza, ada cerita-cerita kecil yang sering terlupakan di balik angka statistik dan laporan berita. Cerita tentang anak-anak yang seharusnya bermain riang, tapi malah menjadi korban kebiadaban teroris Israel yang tak terbayangkan. Layan al-Majdalawi, gadis kecil berusia dua tahun dengan senyum polosnya, dan Mira Tanboura, anak perempuan berusia enam tahun yang penuh semangat, adalah dua di antaranya. Mereka bukan sekadar nama dalam daftar korban; mereka adalah putri tercinta, adik kesayangan, dan mimpi-mimpi yang pupus sebelum sempat mekar. Kisah mereka, yang terungkap melalui investigasi mendalam BBC, mengingatkan kita pada kejahatan perang Israel: puluhan ribuan nyawa tak berdosa terbunuh.

Baca juga: Serangan Israel: Pelanggaran Hukum Internasional dan Sikap Membisu Dunia

Bayangkan seorang ayah yang sedang bernyanyi riang sambil menggendong putrinya kecil di punggungnya. Itulah momen terakhir Mohamed al-Majdalawi bersama Layan, pada 9 November 2023. Keluarga ini baru saja meninggalkan sekolah di kamp pengungsi al-Shati, tempat mereka berlindung dari serangan udara Israel. Mereka berjalan ke selatan, mengikuti perintah evakuasi dari IDF (tentara zionis Israel). Shahd, kakak Layan yang saat itu berusia 12 tahun, mengenang hari itu dengan suara gemetar: “Kami berjalan bersama. Ayah di belakang, bermain dan berbicara dengan Layan.” Tak ada suara pertempuran, tak ada tanda bahaya. Hanya jalanan Gaza yang sunyi, dipenuhi harapan untuk mencapai tempat aman.

Pembunuhan Sadis

Tapi tiba-tiba, segalanya berubah. Saat keluarga melewati persimpangan di Jalan Hamid, Shahd melihat sebuah tank di kejauhan. Mereka berlari. Mohamed, yang bergerak lebih lambat karena menggendong Layan, tertinggal. “Kami melihat ke belakang, dan dia sudah tergeletak di tanah,” cerita Shahd. Video yang direkam dan disiarkan oleh Al Araby TV menangkap momen pilu itu: Mohamed dan Layan terbaring berdampingan, tak bergerak. Shahd berlari kembali untuk menolong, mencoba meraih adiknya, tapi peluru menyambar lengannya. “Pergi dan tinggalkan aku di sini!” teriak Mohamed sebelum napas terakhirnya. Shahd, ibunya Sorayya, dan saudara laki-lakinya melarikan diri, meninggalkan Layan dan Mohamed di jalanan dingin itu.

READ  Perang Dagang AS-China: Mampukah Amerika Menjinakkan TikTok?

Jenazah mereka baru dimakamkan dua minggu kemudian, selama gencatan senjata singkat, oleh penduduk setempat. Sorayya, ibu Layan, baru mengetahui video kematian putrinya lebih dari setahun kemudian. “Dia seperti sedang tidur,” katanya tentang Layan dalam video itu, suaranya penuh duka. Layan, dengan kaki kecilnya yang tertekuk dan kepala miring, seolah menolak kenyataan bahwa hidupnya berakhir begitu cepat. Ahli forensik yang memeriksa rekaman menyimpulkan bahwa mereka ditembak oleh penembak jitu, dengan luka kecil di luar tapi mematikan di dalam. Bagi Sorayya, Layan bukan hanya korban perang; dia adalah cahaya keluarga, gadis kecil yang suka bernyanyi bersama ayahnya. Kini, setiap malam, Sorayya memeluk foto Layan, berharap mimpi buruk ini berakhir.

Mira Anak Kecil Tak Berdosa

Tak jauh dari kisah Layan, ada Mira Tanboura, gadis berusia enam tahun dengan rambut cokelat yang diikat pita pink dan senyum yang selalu mencerahkan hari ayahnya, Said. Pada 18 November 2023, keluarga Tanboura sedang berada di Jalan Salah al-Din, rute evakuasi utama yang ditetapkan IDF sebagai “koridor aman” bagi warga sipil. Mereka baru saja melewati pos pemeriksaan, di mana tentara Israel memeriksa mereka. Said sedang berbicara dengan sopir bus, sementara Mira berdiri beberapa meter darinya bersama kerabat lain. “Saya berbalik, dan penembak jitu menembak putri saya di jantung,” kata Said, matanya masih basah saat menceritakan ulang peristiwa itu.

Hanya satu tembakan, tepat sasaran. Mira jatuh, darah mengalir dari hidung dan mulutnya. Said segera membawanya ke Rumah Sakit al-Awda di Deir al-Balah, tapi sudah terlambat. Foto jenazah Mira, terbungkus kain kafan putih dengan noda darah di dada, menjadi kenangan terakhir bagi keluarganya. Said kembali ke lokasi selama gencatan senjata Februari 2025, menunjuk ke arah timur jalan di mana ia yakin tembakan berasal: dari posisi tentara Israel di balik penghalang pasir. “Mereka membidik kami,” ujarnya dengan nada penuh kesedihan dan keputusasaan. Mira, yang seharusnya bermain dengan boneka dan belajar membaca, kini hanya tinggal cerita. Said ingat bagaimana Mira suka memeluk lehernya, tertawa saat ayahnya bercerita. “Dia tak berdosa, tapi mereka membunuhnya di jalan yang katanya aman,” katanya.

READ  Provokator Ben-Gvir Desak Pembubaran Otoritas Palestina

Hasil Investigasi

Kedua gadis ini hanyalah dua dari ratusan anak Gaza yang menjadi korban tembakan sejak Oktober 2023. Investigasi BBC mengumpulkan data 168 anak yang ditembak, dengan 95 di antaranya terkena di kepala atau dada—67 di bawah usia 12 tahun. Dokter seperti Profesor Nizam Mamode, yang bekerja di Gaza, melihat peluru bersarang di otak anak-anak kecil, termasuk bayi berusia delapan bulan. Tapi di balik angka itu, ada keluarga yang hancur. Sorayya dan Said tak punya harapan akan keadilan; mereka bahkan tak bisa menguburkan anak mereka dengan layak. “Dunia tak bisa menerima ini,” kata Matthew Morris dari Komite Internasional Palang Merah, menekankan dampak perang terhadap anak-anak yang tak bersalah.

Layan dan Mira mewakili ribuan mimpi yang direnggut di Gaza. Mereka bukan pejuang, bukan ancaman—hanya anak kecil yang ingin hidup. Kisah mereka mengajak kita merenung: di tengah konflik yang rumit, apakah ada ruang untuk kemanusiaan? Bagi Sorayya dan Said, jawabannya mungkin tak pernah datang. Yang tersisa hanyalah kenangan senyuman yang hilang, dan doa agar tak ada lagi Layan atau Mira berikutnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *