jogjanetwork.id
Jakarta, 28 September 2025 – Muktamar Nasional ke-10 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di Hotel Mercure Ancol, Jakarta Utara, pada Sabtu (27/9), resmi memilih Muhammad Mardiono sebagai Ketua Umum secara aklamasi. Namun, pemilihan ini memicu kontroversi baru setelah mantan Ketua Umum PPP, Romahurmuziy, menyebut hasil muktamar sebagai “klaim sepihak” yang tidak mencerminkan konsensus sejati. Muktamar yang dihadiri ratusan perwakilan dari seluruh Indonesia ini kembali menjadi arena keretakan internal partai berlambang Ka’bah.
Baca juga: Trump Dukung Tony Blair Pimpin Otoritas Transisi Gaza
Acara yang dimulai dengan suasana tegang ini diwarnai kericuhan fisik antar-kader, terutama antara pendukung Mardiono dan kubu Agus Suparmanto. Meski pimpinan sidang, Amir Uskara, mengumumkan aklamasi Mardiono sebagai konsensus, kubu Agus menolak hasil tersebut dan menunggu keputusan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) untuk legitimasi kepemimpinan. Dalam pidatonya, Mardiono menyerukan persatuan dan regenerasi untuk mengembalikan kejayaan PPP menjelang Pemilu 2029, namun pernyataan Romahurmuziy menambah kompleksitas situasi.
Romahurmuziy: Aklamasi Mardiono adalah Klaim Sepihak
Romahurmuziy, atau yang akrab disapa Romy, melalui pernyataan di akun media sosialnya pada Minggu (28/9), mengecam hasil Muktamar X sebagai “klaim sepihak yang tidak sah.” Ia menuding proses pemilihan tidak transparan dan melanggar Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai, terutama karena tidak adanya voting terbuka. “Keputusan aklamasi ini hanya mencerminkan kehendak segelintir elit, bukan suara kader secara keseluruhan,” tulis Romy, seperti dikutip dari CNN Indonesia. Ia juga mempertanyakan keterlibatan Majelis Pimpinan Pusat (MPPP) dalam menentukan kandidat tanpa melibatkan diskusi yang lebih luas.
Komentar Romy ini memicu reaksi beragam. Kubu Mardiono, melalui juru bicara DPP PPP, menyebut pernyataan tersebut sebagai upaya mengacaukonsentrasi partai yang sedang berupaya bangkit pasca-kegagalan Pemilu 2024. Sementara itu, pendukung Agus Suparmanto menyambut baik kritik Romy, melihatnya sebagai dukungan terhadap perjuangan mereka untuk menuntut proses yang lebih demokratis. Media nasional seperti Kompas melaporkan bahwa kubu Agus berencana membawa sengketa ini ke ranah hukum jika Kemenkumham tidak segera mengeluarkan SK yang jelas.
Sejarah Konflik Internal PPP: Dari Fusi hingga Dualisme Berulang
PPP, yang lahir pada 5 Januari 1973 dari fusi paksa Nahdlatul Ulama (NU), Parmusi, Perti, dan PSII di era Orde Baru, sejak awal telah diwarnai konflik akibat perbedaan ideologi dan basis massa. Dominasi NU sering memicu ketegangan dengan kelompok modernis seperti Parmusi, yang dimanfaatkan rezim Soeharto untuk melemahkan PPP sebagai oposisi. Pasca-Reformasi 1998, konflik semakin tajam. Muktamar VI tahun 2003, misalnya, memicu dualisme kepemimpinan antara kubu Romahurmuziy dan laskar NU, yang baru selesai setelah putusan Mahkamah Agung.
Periode 2014-2019 menjadi puncak krisis, ketika PPP terpecah antara kubu Djan Faridz dan Suryadharma Ali. Tuduhan korupsi dan perebutan kursi DPR membuat partai gagal lolos ambang batas parlemen pada Pemilu 2019, sebuah kemunduran bersejarah. Konflik berlanjut pada 2022, saat pemecatan Suharso Monoarfa oleh MPPP memicu gugatan hukum dan perpecahan baru. Romy sendiri, yang pernah menjabat sebagai Ketua Umum pada 2014-2019, dikenal sebagai figur sentral dalam dinamika ini, meski kini pengaruhnya terbatas setelah kasus hukum yang menjeratnya.
Satu tanggapan untuk “Mardiono Terpilih Aklamasi, Romy: Klaim Sepihak”