Negara Dijual Paket Lengkap, Termasuk Privasi Rakyat

jogjanetwork.id 25 Juli 2025

“Data pribadi bukan komoditas dagang,” ujar politisi dari Komisi I DPR, Amelia Anggraini, dengan penuh keyakinan. Sayangnya, suara ini bagai bisikan lirih di tengah gegap gempita perayaan dagang antarnegara. Sebab pada saat yang sama, Gedung Putih dengan bangga merilis delapan poin kesepakatan dagang—dan salah satunya adalah transfer data pribadi rakyat Indonesia ke Amerika Serikat.

Baca juga: Paradox Gen Z : Antikemapanan Tapi Pilih Aman

Tak lama setelah itu, muncul parade klarifikasi. Ada yang bilang ini bukan data pribadi rakyat, ada yang menyebut semuanya sudah sesuai UU, bahkan ada yang menganggap ini adalah momentum strategis. Momentum? Untuk siapa? Untuk rakyat atau untuk vendor cloud asing?

Kita tahu, data adalah minyak baru. Tapi tampaknya pemerintah lebih suka menjual sumur ketimbang membangun kilangnya sendiri.

Pasal Demi Pasal Dikebiri, Demi Dollar dan Diskon Tarif

Amelia mengutip Pasal 56 UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP)—yang menyebut bahwa transfer data ke luar negeri hanya boleh ke negara yang tingkat perlindungannya setara atau lebih tinggi dari Indonesia. Coba jujur, apakah AS termasuk dalam daftar negara yang menjamin hak privasi warganya, apalagi warga asing?

Pasal 57 dan 58 bahkan mewajibkan adanya perjanjian bilateral yang jelas, bukan cuma “joint statement” yang diumumkan setengah matang seperti ini. Tapi ya begitulah, mungkin UU kita sekarang sudah fleksibel mengikuti arah angin Istana. Yang penting ada diskon tarif 19 persen, walau yang dikorbankan adalah martabat digital rakyat sendiri.

Kepala PCO dan Menko: Tenang, Ini Bertanggung Jawab. Ya Bertanggung Jawab ke Siapa?

Menko Airlangga menyebut semuanya sudah disepakati bersama. Kami tak tahu siapa yang dimaksud “semua” itu. Apakah rakyat pernah diajak rapat? Pernah diajak mimbar terbuka? Pernah dibahas di sidang rakyat? Atau hanya dibisikkan lewat telepon dari Washington?

READ  Reshuffle: Pasar Bergejolak, Harapan Dari Menteri Baru

Kepala PCO Hasan Nasbi menambahkan dengan percaya diri bahwa data hanya akan ditransfer ke negara yang bisa menjaga dan melindungi. Tapi seperti kata Imparsial: bagaimana mungkin kita percaya perlindungan datang dari mereka yang sejak lama hidup dari eksploitasi data? Mereka bukan penjaga, mereka pemburu.

Lihat juga : https://www.youtube.com/watch?v=0IxbI2xgchU

Imparsial: Ini Pengkhianatan Digital

Tuduhan dari Imparsial keras dan tak basa-basi: ini bentuk pengkhianatan terhadap konstitusi dan kedaulatan negara. Dan kami, warga biasa, setuju.

Dalam sistem demokrasi yang sehat, data pribadi adalah wilayah suci. Presiden, menteri, bahkan tentara tak boleh sembarangan mengakses, apalagi menyerahkannya ke luar negeri hanya demi kepentingan dagang. Tapi di sini, semuanya seperti dijadikan paket bundling: rempah, nikel, data, tenaga kerja, sampai algoritma TikTok rakyat.

Yang aneh, suara-suara yang harusnya menjaga—justru sibuk membuat argumen pembenaran. Seolah UU PDP itu cukup dijadikan lampiran, bukan pegangan. Seolah rakyat itu tidak mengerti apa-apa soal digital, jadi diam saja.

Privatisasi Kedaulatan

Kita tak sedang menuju kedaulatan digital. Kita sedang menyaksikan privatisasi kedaulatan secara diam-diam. Hari ini datanya, besok siapa tahu, DNA-nya. Atau mungkin mimpi dan memori rakyat pun bisa diakses lewat server luar negeri?

Ini bukan teori konspirasi. Ini realitas global, di mana negara yang tak menjaga datanya sendiri, lama-lama akan dipetakan, diprediksi, dikendalikan, bahkan ditaklukkan—tanpa perlu perang.

Dan kalau ada yang bilang: “Tenang, kita sudah punya UU,” maka jawabannya sederhana: UU tanpa kedaulatan, hanya jadi hiasan rak di perpustakaan parlemen.

Jangan jadikan rakyat hanya sebagai barisan data yang dipajang di dashboard dagang. Kami bukan angka. Bukan statistik. Bukan produk ekspor digital. Kami manusia. Dan hak kami atas privasi bukan barang lelang.

“Data adalah cermin hidup manusia digital. Saat negara menjualnya, jangan heran bila wajah rakyat tak lagi tampak dalam kebijakan yang dibuat atas nama mereka sendiri.” – Sholeh

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *