jogjanetwork.id
New York, 25 September 2025 – Dalam pidato perdananya di Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-80, Presiden Indonesia Prabowo Subianto menyuarakan posisi tegas Indonesia terkait konflik Israel-Palestina. Sebagai pemimpin negara Muslim terbesar di dunia, Prabowo menegaskan komitmen Indonesia untuk solusi dua negara, sambil mengecam keras penjajahan Israel atas wilayah Palestina.
Baca juga: Gebrakan Prabowo di Panggung PBB Dan Pujian Trump
Pidato ini, yang disampaikan di tengah eskalasi kekerasan di Gaza, menyoroti kesiapan Indonesia mengakui Israel—dengan syarat utama bahwa Tel Aviv lebih dulu mengakui kemerdekaan Palestina. Pernyataan ini langsung menjadi sorotan media internasional, dari Jerusalem Post hingga Middle East Monitor, sebagai langkah diplomatik berani yang bisa mengubah dinamika regional.
Pidato Prabowo, yang berlangsung pada 23 September di New York, bukan hanya debutnya di panggung global sebagai presiden, tapi juga cerminan pergeseran halus dalam kebijakan luar negeri Indonesia. Sebagai mantan jenderal yang dikenal dengan sikap nasionalis, Prabowo menggabungkan solidaritas dengan Palestina—yang telah lama menjadi isu sentral bagi masyarakat Indonesia—dengan panggilan realistis untuk keamanan Israel.
“Kami harus menjamin negara Palestina, tapi Indonesia juga menyatakan bahwa begitu Israel mengakui kemerdekaan negara Palestina, kami akan mengakui Israel pada hari yang sama,” tegas Prabowo, seperti dilaporkan Jerusalem Post. Pernyataan ini langsung memicu perdebatan, karena Indonesia hingga kini belum memiliki hubungan diplomatik resmi dengan Israel.
Analis internasional menilai pidato ini sebagai upaya Prabowo untuk memposisikan Indonesia sebagai mediator potensial di Timur Tengah. Dengan populasi Muslim lebih dari 230 juta jiwa, Indonesia sering menjadi suara lantang bagi Palestina di forum global. Namun, Prabowo menambahkan lapisan baru dengan menekankan “jaminan keamanan penuh untuk Israel,” sebuah frasa yang jarang diucapkan oleh pemimpin Muslim.
Pernyataan tersebut sejalan dengan semangat multilateralisme yang ia tekankan sepanjang pidato, di mana ia menawarkan kontribusi konkret seperti pengerahan 20.000 tentara Indonesia untuk misi perdamaian PBB di Gaza. “Jika PBB memutuskan, Indonesia siap mengirim putra-putri kami untuk membangun perdamaian di Gaza, Ukraina, Sudan, atau di mana pun,” katanya, menurut transkrip resmi PBB.
Dukungan Tak Tergoyahkan untuk Solusi Dua Negara
Inti pidato Prabowo berpusat pada solusi dua negara, yang ia gambarkan sebagai satu-satunya jalan menuju perdamaian abadi di wilayah itu. “Indonesia sekali lagi menegaskan komitmennya pada solusi dua negara untuk masalah Palestina. Hanya ini yang akan membawa perdamaian,” ujarnya, menggemakan retorika lama tapi dengan nada urgensi baru. Middle East Monitor dalam analisisnya menyebut pidato ini sebagai “pengemasan ulang” narasi dua negara, di mana Prabowo menekankan bahwa pengakuan Palestina harus didahulukan untuk menghentikan “bencana kemanusiaan” di Gaza.
Prabowo secara eksplisit memuji negara-negara Barat seperti Prancis, Inggris, Kanada, Australia, dan Portugal atas pengakuan mereka terhadap Palestina. “Pengakuan terhadap negara Palestina adalah langkah di sisi sejarah yang benar,” katanya, menurut Jerusalem Post. Ini bukan sekadar pujian; Prabowo menyiratkan bahwa Indonesia, sebagai bagian dari “kelompok inti” di PBB yang mendorong pengakuan Palestina, siap bergabung dengan gelombang global ini. Namun, syarat pengakuan Israel menjadi poin krusial: Jakarta hanya akan membuka pintu diplomatik setelah Tel Aviv secara resmi mengakui kedaulatan Palestina berdasarkan perbatasan 1967, termasuk Yerusalem Timur sebagai ibu kota.
Baca juga: Pengakuan Palestina Oleh Eropa Guncang AS dan Israel
Pendekatan ini mencerminkan keseimbangan halus Prabowo: membela Palestina tanpa menutup pintu bagi Israel. Ia menyoroti bahwa solusi dua negara harus mencakup “keamanan dan kesejahteraan bagi kedua belah pihak,” sebuah pesan yang disambut positif oleh beberapa delegasi Eropa, tapi dikritik oleh kelompok pro-Palestina radikal sebagai terlalu lunak. Dalam konteks Gaza, di mana lebih dari 40.000 warga sipil tewas sejak Oktober 2023 menurut data PBB, Prabowo menyerukan gencatan senjata segera dan bantuan kemanusiaan massal. Indonesia, yang telah mengirim bantuan senilai jutaan dolar ke Gaza melalui lembaga seperti Palang Merah, siap meningkatkan perannya melalui pasukan perdamaian.
Pidato ini juga menyentuh isu lebih luas, seperti kegagalan Dewan Keamanan PBB dalam mencegah eskalasi. Prabowo memperingatkan bahwa “kredibilitas PBB sendiri bergantung pada kemampuannya menghentikan genosida di depan mata dunia,” sebuah kecaman implisit terhadap veto AS atas resolusi pro-Palestina. Dengan demikian, solusi dua negara bukan hanya visi diplomatik, tapi panggilan moral untuk aksi kolektif.
Baca juga: Gaza Dibantai dan Dunia Memilih Bungkam
Kecaman Keras atas Penjajahan Israel dan Solidaritas Indonesia dengan Palestina
Bagian paling emosional pidato Prabowo adalah kecamannya terhadap penjajahan Israel atas Palestina, yang ia sebut sebagai akar konflik berkepanjangan. “Kami harus mengakui Palestina sekarang. Kami harus menghentikan bencana kemanusiaan di Gaza. Mengakhiri perang harus menjadi prioritas utama kami,” tegasnya. Prabowo menggambarkan situasi di Gaza sebagai “pembantaian warga sipil” yang mengguncang hati nurani umat manusia, dan menyalahkan “kekerasan sistematis” yang melanggar hukum internasional.
Middle East Monitor menyoroti bahwa meskipun Prabowo tidak secara langsung menuduh Israel sebagai penjajah, pidatonya secara implisit membingkai Palestina sebagai “rakyat yang dijajah” dan Israel sebagai “kekuatan pendudukan.” Ini selaras dengan posisi historis Indonesia sejak era Soekarno, yang mendukung perjuangan Palestina melalui Konferensi Asia-Afrika 1955. Sebagai negara demokrasi Muslim terbesar, Indonesia telah menjadi donatur utama untuk Palestina, dengan Prabowo berjanji meningkatkan bantuan medis dan rekonstruksi pasca-perang.
Pidato ditutup dengan kata Ibrani “Shalom,” yang berarti “damai,” sebuah gestur simbolis yang mengejutkan audiens dan menegaskan komitmennya pada perdamaian bilateral. Reaksi internasional beragam: Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyambut positif penekanan pada keamanan Israel, sementara Otoritas Palestina memuji syarat pengakuan sebagai “langkah berani.” Di Indonesia, pidato ini dipuji oleh ulama dan aktivis, meskipun ada kritik dari kelompok Islam garis keras yang menilainya terlalu akomodatif.
Pidato Prabowo itu dapat disebut memperkuat peran Indonesia sebagai jembatan antara dunia Islam dan Barat. Dengan menawarkan pasukan perdamaian dan syarat pengakuan timbal balik, ia membuka kemungkinan baru untuk dialog. Namun, tantangan tetap: apakah kata-kata ini akan diterjemahkan menjadi aksi konkret di tengah polarisasi global? Saat dunia menyaksikan, pidato ini bisa menjadi titik balik dalam upaya perdamaian Timur Tengah.
Satu tanggapan untuk “Prabowo: Indonesia Akan Mengakui Negara Israel, Jika…”