jogjanetwok.id 20 Juli 2025
Touring ke Puncak Suroloyo bukan hanya tentang jalan yang dilalui atau puncak yang dituju. Ini tentang perjalanan menyusuri lekuk bumi dan lorong waktu—di mana alam, sejarah, dan rasa menyatu dalam satu pengalaman.

Bagi para pecinta touring, ada tempat yang lebih dari sekadar tujuan. Puncak Suroloyo di Pegunungan Menoreh, Kulon Progo, adalah salah satunya. Puncak Suroloyo menjadi puncak tertinggi di gugusan bukit Menoreh dengan ketinggian 1.017 meter di atas permukaan laut. Tempat itu juga menjadi titik temu antara keindahan alam, kekayaan sejarah, dan napas spiritual yang mengalir dari masa silam.
Puncak Suroloyo berada di Dusun Keceme, Desa Gerbosari, Kecamatan Samigaluh, Puncak Suroloyo menyimpan pengalaman yang menyentuh tubuh, menyegarkan pikiran, dan menyentuh hati—sebuah petualangan menggugah kesadaran diri.
Baca juga artikel ini : Pelatihan Jamu Di Lapas: Meracik Harapan, Meramu Masa Depan
Perjalanan yang Menyejukkan Jiwa
Perjalanan menuju Puncak Suroloyo adalah bagian dari keajaiban itu sendiri. Melalui rute Jalan Nanggulan–Mendut, kamu akan melewati jalanan aspal mulus yang bersahabat untuk motor maupun mobil. Pemandangan terbuka menyambutmu sepanjang jalan: perbukitan hijau, jurang yang menegangkan tapi indah, sawah yang terhampar bagai permadani, dan langit yang seolah memeluk perjalananmu.
Di beberapa titik, kota Yogyakarta tampak kecil di kejauhan, mengingatkan bahwa kamu sedang naik—secara harfiah dan batiniah. Suara alam, dari angin yang berbisik hingga burung-burung liar yang berkicau, membuat touring ini terasa bukan hanya petualangan, tapi juga perjalanan batin.
Namun, bagi yang mencintai tantangan, ada rute lain yang lebih ekstrem: jalan kampung. Jalanan kecil, tanjakan tinggi, dan medan tidak beraspal akan menguji kemampuan mengendalikan motor. Tapi justru di situlah letak kenikmatannya—di medan yang mengguncang adrenalin dan menciptakan pengalaman otentik yang tak akan terlupa.
Menurut Prof. Dafri Agus Salim, Guru Besar Hubungan Internasional UGM, perjalanan melewati jalan kampung memacu andrenalin. “Justeru seninya orang touring ketika melalui jalan yang menanjak tajam, jalanan tidak beraspal dan berbatu,” katanya. Meski sudah tergolong Lansia, Prof Dafri Agus Salim memilih touring melewati jalan-jalan ‘tak biasa’ untuk menjadi perjalanan batin merenungkan kehadiran diri di semesta.
Anak Tangga Menuju Langit
Sesampainya di area parkir, perjalanan belum berakhir. Masih ada sekitar 15 menit pendakian melalui tangga batu menuju puncak. Melelahkan? Ya. Tapi setiap langkah adalah bagian dari penyucian rasa—dari penatnya dunia menuju sejuknya langit.
Dan saat kamu tiba di puncak… semua diam. Semua menunduk pada keindahan.
Di hadapanmu terhampar empat gunung agung: Merapi, Merbabu, Sindoro, dan Sumbing. Di sisi utara, Candi Borobudur tampak jauh, berdiri anggun dalam kabut pagi. Di selatan, Samudera Hindia menyemburat dalam garis tipis keperakan. Langit dan bumi seperti berbaur di depan mata. Jika beruntung, kabut tipis akan menyelimuti kaki-kaki bukit, menambah aura mistis seakan kamu sedang berdiri di negeri para dewa.
Kaldera Purba dan Jejak Letusan Tertua
Puncak ini menyimpan bukan hanya keindahan, tapi juga sejarah geologis. Ia adalah bagian dari Tebing Kaldera Purba Kendil–Suroloyo, saksi bisu dari masa letusan gunungapi purba yang pernah mengguncang tanah Jawa.
Bagi pencinta geologi, ini bukan hanya tempat wisata, tapi laboratorium alam terbuka. Lapisan tanah, batuan, dan bentang alam di sekitar puncak menjadi jejak bisu dari bumi yang dulu bergolak, dan kini tenang dalam kebijaksanaan waktu.
Napak Tilas Budaya dan Mitos
Tak hanya menyuguhkan pemandangan, Suroloyo juga sarat dengan nilai-nilai budaya dan spiritual. Setiap malam satu Suro, kawasan ini hidup dengan Tirakatan, Kirab Budaya, Wayang Kulit, Penjamasan Pusaka, hingga Jathilan. Ini bukan sekadar acara, tapi bagian dari cara masyarakat menjaga harmoni dengan alam dan leluhur.
Menurut naskah Cabolek karya Ngabehi Yasadipura, di sinilah Raden Mas Rangsang—yang kemudian menjadi Sultan Agung Hanyakrakusuma—melakukan tapa kesatrian dan menerima wangsit untuk memimpin tanah Jawa.
Tempat-tempat di sekitar puncak juga menyimpan kisah tersendiri:
- Sendang Simbarjoyo: Mata air suci yang menjadi sumber pengairan warga.
- Pertapaan Mintorogo: Tempat Arjuna bertapa dalam kisah Bharatayudha.
- Sendang Kadiwatan: Tempat mandi para dewa, sumber kesejukan batin.
- Sendang Kawidodaren: Tempat mandi para bidadari yang dipercaya turun dari kahyangan.
- Gandik Aji: Batu pemimpis jamu yang menjadi tempat ngalap berkah dan ziarah.

Secangkir Kopi di Ujung Perjalanan
Setelah mendaki, tak ada yang lebih nikmat dari berhenti sejenak di Warung Kopi Suroloyo. Di sini, kopi lokal jenis Arabica dan Robusta diseduh dengan sepenuh hati. Menyeruput kopi hangat sambil menikmati pemandangan Pegunungan Menoreh adalah perpaduan sederhana tapi sempurna.
Kadang, yang kita butuhkan hanyalah secangkir kopi dan langit luas untuk merasa cukup.
Tips Touring ke Suroloyo
Agar petualangan ini menjadi kenangan yang menyenangkan, perhatikan beberapa hal berikut:
- Periksa Kendaraan: Pastikan motor/mobil dalam kondisi baik, terutama untuk medan menanjak dan berkelok.
- Waktu Terbaik: Pagi untuk sunrise, atau sore menjelang sunset. Hindari musim hujan.
- Pakaian dan Perlengkapan: Gunakan pakaian nyaman, sepatu yang cocok untuk naik tangga, dan jaket untuk udara dingin.
- Bawa Kamera: Panorama di puncak layak diabadikan.
- Hormati Budaya Setempat: Jika datang saat upacara adat, patuhi aturan dan hormati kearifan lokal.
- Jangan Lewatkan Warung Kopi: Rasakan sensasi menikmati kopi lokal di atas awan.
Bukan sekadar petualangan, ini adalah perenungan.
Bukan hanya perjalanan, tapi juga pemulangan diri pada hal-hal yang esensial.
Maka siapkan kendaraanmu. Ajak sahabat seperjalanan. Dan berangkatlah…
Karena Suroloyo bukan hanya tempat,
ia adalah rasa yang akan selalu kau ingat.