Serakahonomic: Rakyat Menunggu Realisasi Pidato Prabowo

jogjanetwork.id 16 Agustus 2025

Pada sidang tahunan MPR yang digelar pada Jumat kemarin, Presiden Prabowo Subianto tampil dengan nada tegas namun penuh refleksi. Di hadapan para wakil rakyat, ia menyampaikan pernyataan yang menarik: “Sungguh aneh, negara dengan produksi kelapa sawit terbesar di dunia pernah mengalami kelangkaan minyak goreng.” Kalimat itu bukan sekadar retorika, melainkan cerminan dari keresahan yang telah lama menggelayuti rakyat Indonesia.

Baca juga: Negara Dijual Paket Lengkap, Termasuk Privasi Rakyat

Prabowo tak berhenti di situ. Ia melanjutkan dengan nada yang tak kalah kritis, “Sungguh aneh, kita subsidi pupuk, subsidi alat pertanian, subsidi beras, tapi harga pangan tidak terjangkau oleh sebagian rakyat kita.” Pernyataan ini seperti tamparan, mengingatkan bahwa di balik angka-angka pertumbuhan ekonomi, masih ada rakyat kecil yang berjuang untuk sekadar memenuhi kebutuhan dasar.

Akar Masalah: Penyimpangan dari UUD 1945

Menurut Presiden, keanehan-keanehan ini bukanlah kebetulan. Ada distorsi dalam sistem ekonomi Indonesia, yang menurutnya telah menyimpang dari amanat UUD 1945, khususnya Pasal 33 ayat 1 hingga 4. “Seolah-olah ayat-ayat dalam pasal itu tidak relevan dalam kehidupan kita yang modern di abad ke-21 ini,” ujarnya dengan nada yang sarat makna.

Baca juga : Data Pribadi Dijual Murah: Pelanggaran UU Perlindungan Data?

Pasal 33, yang menjadi landasan ekonomi Pancasila, menegaskan perekonomian harus disusun berdasarkan asas kekeluargaan, cabang-cabang produksi strategis harus dikuasai negara, sumber daya alam dimanfaatkan untuk kemakmuran rakyat, dan perekonomian nasional harus berlandaskan demokrasi ekonomi. Namun, realitas di lapangan jauh dari ideal. Kebijakan ekonomi selama ini, kata Prabowo, justru telah terjebak dalam permainan manipulasi serakah, atau serakahonomic.

READ  FIT AND PROPER TEST DAN PROBLEM KELEMBAGAAN NEGARA

Pemerintahannya, tegas Prabowo, telah mempelajari isu ini secara mendalam. Ia meyakini bahwa Pasal 33 adalah benteng pertahanan ekonomi Indonesia. “Asas kekeluargaan, bukan asas konglomerasi. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.,” katanya.

Harapan Rakyat: Dari Pidato ke Tindakan Nyata

Namun, di balik pidato yang membangkitkan semangat, rakyat menanti lebih dari sekadar kata-kata. Bagi banyak kalangan, khususnya pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), pidato ini harus menjadi titik tolak untuk perubahan nyata. Publik berharap regulasi yang benar-benar berpihak pada rakyat kecil, bukan hanya memudahkan investor besar.

Banyak pelaku UMKM mengeluhkan regulasi yang masih mempersulit mereka. Misalnya, prosedur perizinan yang rumit dan mahal sering kali menjadi tembok penghalang bagi usaha kecil untuk berkembang. Sementara itu, investasi besar mendapat karpet merah melalui penyederhanaan perizinan. Daftar Negatif Investasi (DNI) juga kerap dianggap menutup peluang bagi investor lokal di sektor-sektor strategis, sementara ketergantungan pada investasi asing kian mengemuka.

Selain itu, persaingan tidak sehat antara UMKM dan korporasi besar menjadi isu yang tak kunjung usai. Publik tidak anti-investasi, tapi harus ada regulasi yang melindungi UMKM dari tekanan korporasi besar. Rakyat berharap pemerintahan Prabowo mampu menciptakan regulasi yang menyeimbangkan kepentingan antara pelaku usaha besar dan kecil.

Tantangan ke Depan

Pidato Prabowo telah menyalakan secercah harapan, namun tantangannya tidak ringan. Mampukah pemerintahan baru ini menerjemahkan amanat Pasal 33 ke dalam kebijakan konkret? Bisakah regulasi dibuat untuk tidak hanya memanjakan investor besar, tetapi juga memberi nafas bagi UMKM yang menjadi tulang punggung ekonomi rakyat?

Langkah awal yang diharapkan adalah reformasi regulasi yang memudahkan UMKM mengakses permodalan, pasar, dan teknologi, sekaligus melindungi mereka dari persaingan tidak sehat. Selain itu, penguatan penguasaan negara atas sektor strategis, seperti energi dan pangan, menjadi krusial untuk mengurangi ketergantungan pada pihak asing.

READ  URGENSI RANCANGAN UNDANG-UNDANG LEMBAGA KEPRESIDENAN

Di penghujung pidatonya, Prabowo menegaskan komitmennya untuk membawa Indonesia menuju keadilan ekonomi. “Kita harus kembali ke jati diri kita sebagai bangsa yang menjunjung asas kekeluargaan dan kebersamaan,” katanya. Kini, bola ada di tangan pemerintah. Rakyat menanti, bukan hanya pidato yang menggugah, tetapi tindakan nyata yang mengubah kehidupan mereka.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *