Warren Buffett : Lima Kebiasaan yang Membuat Kita Miskin

Jognanetwork.id 24 Juli 2025

Inilah 5 kebiasaan finansial Warren Buffett yang membuat banyak orang tetap miskin meskipun sudah bekerja keras. Sosok investor legendaris dunia ini mengungkapkan bahwa cara kita memperlakukan uang—mulai dari utang konsumtif hingga gaya hidup yang terus meningkat—sering kali menjadi jebakan tak terlihat. Dalam dunia yang serba cepat dan penuh godaan, Buffett mengingatkan bahwa kebijaksanaan dalam mengelola keuangan jauh lebih penting daripada sekadar menghasilkan lebih banyak.

Anak muda berpakaian kasual berdiri sambil melihat ponsel di depan mobil mewah hitam, dengan grafik pasar saham dan panah hijau naik di latar visual.
Simbolisasi gaya hidup mewah generasi muda yang sering dipicu oleh euforia media sosial dan tren investasi digital. Gambar ini menggambarkan narasi populer “cepat kaya” yang bisa menyesatkan jika tidak dibarengi dengan literasi keuangan yang bijak.

Ada kalanya kita duduk sendiri, diam, lalu bertanya dalam hati: “Mengapa hidupku begini-begini saja? Mengapa rezeki terasa tak cukup meski sudah bekerja keras?” Barangkali jawabannya bukan terletak pada berapa banyak yang kita hasilkan, tapi pada bagaimana kita mengelola apa yang telah Tuhan titipkan.

Baca juga: Touring Sepeda Motor: Gaya Hidup Aktif untuk Lansia

Warren Buffett, seorang tokoh finansial dunia yang sederhana hidupnya namun luar biasa pemikirannya, pernah membisikkan lima kebiasaan yang sering membuat seseorang jauh dari kemapanan. Kebiasaan yang tampak sepele, tetapi diam-diam menggerogoti isi dompet—dan kadang juga, ketenangan hati.

1. Hidup Dalam Lingkaran Utang

“Jika engkau sedang berada dalam lubang, berhentilah menggali.”

Menurut Waren Buffet, Utang—apalagi untuk hal konsumtif—adalah lingkaran yang makin dalam jika tak segera dihentikan. Seperti lubang yang makin gelap, kita gali sendiri dengan membayar bunga bulan demi bulan.
Banyak dari kita berutang demi gengsi, demi tampilan, demi sesuatu yang tak bertahan lama.
Padahal, kata Buffett, membayar bunga tinggi berarti menukar masa depan dengan kenikmatan sesaat.
Jika ada rezeki lebih, lunasilah. Jangan tunggu nanti.

2. Mengabaikan Investasi pada Diri Sendiri

“Investasi terbaik, adalah pada dirimu sendiri.”

Bukan saham. Bukan tanah. Bukan bisnis. Tapi hal paling penting menurut Warren Buffet adalah diri kita sendiri. Ilmu. Keahlian. Kemampuan berbicara. Kecakapan berpikir. Itulah aset sejati yang tak bisa dirampas siapa pun, bahkan waktu.

READ  Puncak Suroloyo: Keindahan Alam dan Jejak Sejarah

Warren Buffett sendiri belajar berbicara di depan umum karena ia tahu, keberanian menyampaikan gagasan adalah jalan menuju perubahan.
Jika hari ini kita enggan belajar, mungkin kita sedang menunda masa depan kita sendiri.

3. Terlalu Tunduk pada Arus Massa

“Takutlah saat orang lain serakah. Dan serakahlah saat orang lain takut.”

Meski kata-kata itu terdengar sederhana, tapi di zaman sekarang—zaman di mana media sosial menjadi panggung sandiwara kehidupan—nasihat ini menjadi semakin relevan.

Di layar kecil itu, kita disuguhkan parade kesuksesan yang belum tentu nyata: Orang pamer cuan dari saham yang naik, Influencer tiba-tiba menjadi ahli kripto, Anak muda membanggakan penghasilan ratusan juta dalam sebulan, Pamer mobil mewah, rumah estetik, jam tangan puluhan juta

Lalu… kita goyah. Bukan karena mereka benar-benar sukses, tetapi karena kita merasa tertinggal, merasa hidup kita tidak cukup. Tanpa sadar, kita mulai ikut arus.

Kita beli saham bukan karena paham, tapi karena FOMO—takut kehilangan momen. Kita ikut investasi kripto tanpa dasar, hanya karena viral. Kita tergoda “bisnis instan” yang ternyata skema ponzi berkedok seminar. Dan akhirnya, uang habis… bukan bertambah, malah hilang.

Padahal, media sosial hanya menampilkan highlight, bukan kehidupan nyata. Kita jarang lihat postingan tentang kegagalan, tentang utang, tentang tekanan mental karena gaya hidup yang dipaksakan.

Buffett mengajarkan, keputusan terbaik lahir bukan dari keramaian, tapi dari kejernihan. Dari pikiran yang tenang, hati yang tidak iri, dan langkah yang tidak terburu-buru.

Menjadi berbeda bukanlah kesalahan. Menolak mengikuti tren tak menjadikanmu ketinggalan. Justru dalam diam itulah kamu bisa berpikir jernih:
“Apakah ini keputusan terbaik untukku? Ataukah hanya untuk memenuhi ego sesaat?”

Kekayaan sejati bukan hanya soal angka di rekening. Tapi tentang kemampuan menahan diri dari racun keramaian. Tentang berani melawan arus ketika arus itu membawa pada kebodohan massal.

READ  Efek Halo: Sihir Psikologis yang Sering Kita Abaikan

Jangan biarkan jari-jari yang menggulir layar menentukan masa depan keuanganmu. Kendalikan pikiran. Kendalikan keputusan. Dan biarkan suara hatimu, bukan keramaian dunia, yang memimpin arah.

4. Menabung dari Sisa, Bukan Menyisihkan untuk Tabungan

“Jangan menyimpan apa yang tersisa setelah membelanjakan. Belanjakanlah apa yang tersisa setelah menabung.”

Sering kali, kita menabung hanya kalau ada sisa. Dan nyatanya, sering tidak ada. Karena kita mendahulukan keinginan, bukan kebutuhan. Buffett mengajarkan, letakkan tabungan di depan—bukan di belakang. Menabung bukan sisa. Ia adalah bentuk penghargaan pada diri sendiri di masa depan.

Tanamkanlah: Setiap rupiah yang ditabung hari ini, adalah payung yang menyelamatkan kita esok hari.

5. Gaya Hidup yang Meninggi Saat Penghasilan Naik

“Jika kamu terus membeli hal-hal yang tak kamu butuhkan, suatu saat kamu akan menjual hal-hal yang paling kamu butuhkan.”

Hidup tak harus mewah agar bahagia. Buffett sendiri, dengan kekayaan triliunan, masih tinggal di rumah yang ia beli pada tahun 1958. Ia mengingatkan: jangan buru-buru naik gaya hidup hanya karena penghasilan naik. Karena seringkali, gaya hidup tinggi hanyalah cara baru untuk tetap miskin dalam baju mahal.

Rezeki, sesungguhnya, bukan hanya soal berapa banyak yang masuk. Tapi soal sejauh apa kita menghormati apa yang sudah kita punya. Mungkin inilah saatnya kita duduk sejenak, melihat kembali kebiasaan kita sehari-hari. Apakah kita sedang berjalan menuju kemapanan… atau hanya berputar dalam lingkaran semu?

Warren Buffett sudah menunjukkan jalannya. Tapi langkahnya tetap ada di tangan kita. Karena pada akhirnya, kebijaksanaan dalam mengelola uang adalah cermin dari kebijaksanaan dalam mengelola hidup.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *